Mengenal Luka Modric, Begini Kisah Sepak Terjangnya Sehingga Menjadi Pemain Terbaik Piala Dunia

Memetik pelajaran berharga dari kapten dan pemain paling krusial di Kroasia, Luka Modrić.

Editor: Leonardus Yoga Wijanarko
Hindustan Times
Luka Modric saat merayakan kemenangan Kroasia atas Rusia 

TRIBUNJAMBI.COM - Tim nasional Inggris begitu dekat, dan benar-benar hanya berjarak beberapa menit lagi dari final Piala Dunia untuk kedua kalinya.

Tetapi sayangnya, Kroasia mengalahkan The Three Lions di perpanjangan waktu semifinal Piala Dunia 2018.

Sebagian besar suporter Inggris masih merasa sedih dari kegagalan ini, ditambah lagi mereka tak mampu mendapatkan posisi ketiga usai dikalahkan Belgia pada Sabtu (14/7/2018) malam.

 
Tapi pasukan muda Inggris tentu mempunyai masa depan cerah dan bisa memetik pelajaran berharga dari kapten dan pemain paling krusial di Kroasia, Luka Modrić.

Sebagian besar penggemar sepak bola bisa jadi familiar dengan karir sang maestro milik klub Real Madrid.

Tapi mungkin banyak yang tidak sadar dengan perjalanan terjal empat kali juara Liga Champions Eropa ini sebelum mencapai final Piala Dunia.

Lahir di Zadar, Kroasia, pada 9 September 1985, masa kecil Modrić penuh dengan konflik karena bertepatan dengan Perang Kemerdekaan Kroasia pada tahun 1991.

Ketika perang semakin intensif, keluarganya terpaksa melarikan diri dari konflik dan ayahnya mendaftarkan diri menjadi tentara nasional.

Pada bulan Desember 1991, ketika Modrić berumur enam tahun, dia dan keluarganya terguncang oleh tragedi ketika kakeknya, bersama dengan enam warga sipil lansia lainnya dieksekusi oleh pemberontak Serbia yang merupakan bagian dari polisi SAO Krajina di desa Jesenice.

Rumah mereka dibakar habis.

Modrić dan keluarganya dipaksa hidup sebagai pengungsi selama tujuh tahun di Hotel Kolovare.

Mereka kemudian pindah ke Hotel Iž yang dikelilingi oleh suara granat meledak dan pecahan kaca.

Modrić masih ingat betul dengan momen sulit dalam hidupnya itu.

Sepak bola hanya menjadi media pelarian diri dari konflik yang mengerikan yang melanda Kroasia pada awal tahun sembilan puluhan, lapor MailOnline.

Seorang juru bicara untuk Hotel Kolovare pernah menyatakan:

"Modrić telah memecahkan lebih banyak kaca di jendela hotel daripada apa yang telah diledakkan oleh bom."

"Dia bermain sepak bola non-stop di sekitar aula hotel."

Sebelum karirnya di lapangan hijau sukses besar seperti saat ini, Modrić juga menemui banyak kendala.

Tim sepak bola Kroasia HNK Hajduk Split memilih untuk tidak mengontrak Modrić karena dinilai terlalu muda dan tidak memiliki otot yang kuat sebagai seorang profesional.

Tapi kini Hajduk Split boleh jadi menjadi pihak yang paling menyesal dengan keputusannya.

Setelah memulai karier dan menandatangani kontrak dengan sang pesaing, Dinamo Zagreb, Modrić menjadi juara Liga Kroasia tiga kali, dua kali juara Piala Kroasia dan satu kali memenangi Piala Super Kroasia.

Modrić kemudian pindah ke Tottenham Hotspur di mana ia menjadi andalan dan kunci kebangkitan klub London Utara, dengan menorehkan 159 penampilan.

Mantan manajer Spurs, Harry Redknapp menggambarkannya sebagai:

"Neraka bagi musuh dan mimpi seorang manajer. Dia berlatih kesetanan dan tidak pernah mengeluh."

"Ia akan bekerja dengan dan tanpa bola di lapangan dan bisa mengalahkan pemain belakang dengan tipuan atau dengan umpan."

"Dia bisa masuk ke tim mana pun di empat besar."

Pada tahun 2012 Modrić menandatangani kontrak dengan Real Madrid, di mana ia dengan cepat memantapkan dirinya di tim utama di bawah asuhan Carlo Ancelotti, dan kemudian Zinedine Zidane yang di akhir musim 2017/2018 mengangkat trofi Liga Champions untuk tahun ketiga berturut-turut.

Tak heran bila Modrić tampak emosional ketika Kroasia menang 2-1 atas Inggris di semifinal Piala Dunia 2018.

Kini ia siap mencapai level yang lebih tinggi, menjadi juara baru Piala Dunia bersama Kroasia.

Sumber: TribunStyle.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved