Mengunjungi Johor, Mulai dari Sultan Terkaya, Hingga WNI yang Terkenal Shopper-nya
Tribun berada sekitar dua hari di Johor, salah satu wilayah kesultanan yang terkenal paling kaya di Malaysia
Penulis: Nani Rachmaini | Editor: Nani Rachmaini
*Mengunjungi Negara Bagian Johor
TRIBUNJAMBI.COM, JOHOR - Malaysia dan Singapura adalah negara yang meski tetanggaan dengan kita tapi tetap bisa dipandang negeri yang jauh bagi sebagian orang karena masih banyak warga Jambi yang belum pernah menjelajah ke sana.
Sementara ada ujaran dalam kitab suci tentang manusia yang diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa melainkan untuk saling mengenal.
Dan pengalaman menjelajah satu wilayah di Malaysia ini membuat ujaran tersebut semakin terasa nyata setelah Tribun berkesempatan hadir langsung dalam rangka undangan peluncuran logo rumah sakit internasional Regency Specialist Hospital di Johor Bahru.
Tribun berada sekitar dua hari di Johor, salah satu wilayah kesultanan yang terkenal paling kaya di Malaysia, dan ini jadi satu kebanggaan warga di sana.
"Kalau sekarang Sultan Johor ini yang paling kaya, setelah Sultan Brunei. Mobilnya saja ada 2.000," klaim sopir taksi online yang kami tumpangi.
Perjalanan ke Johor ditempuh sekitar dua jam melalui jalur laut, dari Pelabuhan Batam. Kalau dari Batam, tiket kapal feri itu sekitar Rp 360-an ribu. Dari Jambi-Batam dengan menggunakan pesawat.
Sesampai di Pelabuhan Stulang di Johor Bahru, bagi WNI tentunya jalani pemeriksaan paspor.
Dari pelabuhan tersebut, transportasi umum seperti taksi, dan bus bisa dipilih warga untuk menuju tempat tujuan, atau menyambung lagi dengan bus ke negara bagian lain di Malaysia.
Awaludin, perwakilan Jambi untuk RS Regency Specialist yang menjadi ketua rombongan kecil kami, mengatakan cukup banyak warga Jambi yang hendak berobat ke Malaysia, ke Johor melalui pelabuhan. "Kalau ke Regency Specialist lebih dekat memang lewat pelabuhan," katanya.
Tentunya tak hanya untuk berobat saja, warga Indonesia yang masuk ke Malaysia banyak yang datang untuk berkerja, berwisata, dan terutama untuk belanja.
"Kalau warga Indonesia dikenal sebagai shopper (tukang belanja) kata Adeline Saw, pemilik Hotel V3 di Johor.
Hal yang paling mula mengesankan Tribun temui di Johor begitu memasuki wilayah seluas 220 Km persegi itu, adalah tertib, bersih, dan nyaman.
Dan burung gagak seakan berbaur dengan kehidupan warga sekitar, karena mereka terlihat di pepohonan dan di jalan-jalan.
"Kalau di Indonesia, lihat burung gagak malah sulit." kata seorang anggota rombongan kami.
Gedung-gedung modern dan tinggi belasan hingga puluhan lantai jamak terlihat di sana, mengingatkan akan situasi Jakarta, namun dengan lalu lintas yang jauh berbeda, karena lengang, dan teratur.
"Di sini tidak ada orang yang mengklakson, karena klakson dianggap tidak sopan, kalau betul-betul marah baru orang sini klakson," kata Awal.
Meski terkesan lengang, pusat perbelanjaan di Johor Bahru ternyata cukup ramai.
Kami berkesempatan mengunjungi tempat belanja menengah ke atas, yaitu ke Johor Premium Outlet yang seolah terletak di lokasi terpencil, karena dalam perjalanan ke sana banyak ditemui kebun-kebun sawit, ternyata di dalamnya cukup banyak warga yang berbelanja.
"Ini malah sepi, biasanya jauh lebih ramai," kata Adeline yang cukup heran karena kami berkata tempat yang kami kunjungi pada Rabu siang itu cukup ramai.
Malaysia yang baru saja memiliki Perdana Menteri baru dengan terpilihnya Mahathir ternyata menjadi perbincangan menarik bagi warga di sana.
Sopir taksi yang mengantar kami cukup tahu bahwa skandal PM sebelumnya, Najib Razak juga terkenal di luar negeri.
"Habis duit sama dia, sampai sekarang dia tidak mengaku korupsi," kata seorang sopir taksi merujuk ke Najib.
Gaya kepemimpinan Mahathir ternyata juga disambut baik oleh mereka, setidaknya seperti yang dikatakan oleh Adeline, yang mengatakan ada proyek ambisius yang didanai Cina, dibatalkan oleh Mahathir begitu ia menjadi PM.
"Karena dia pikir, kalau dibangun oleh Cina semua didatangkan dari sana, ya tenaga kerja, dan bahan baku semua dari Cina, Mahathir tidak mau. Kalau semua dari sana lalu apa manfaatnya untuk Malaysia, tidak ada," kata Adeline yang warga keturunan Tionghoa tersebut.
Kunjungan yang menarik selama di sana, mungkin sama menariknya bagi warga Malaysia untuk berkunjung ke Indonesia.
Dan kesan Indonesia yang indah serta tempat tujuan wisata yang tak habis-habisnya tergambar dari pembicaraan beberapa warga di sana.
"Saya suka Indonesia, tapi saya tidak suka Jakarta, sumpek. Kalau daerah lain saya sering dan senang," kata Quek, manajer Regency Specialist yang cukup sering bolak-balik Malaysia- Indoneisa.
"Saya sudah ke Bali dan ke Jawa. Suka makanannya dan pemandangannya. Mungkin lain kali saya juga mau ke Jambi," kata Adelina. . (*)