Misteri Mati Suri yang Dalam Tradisi Jawa: Kematian atau 'Sekadar' Ketidaksadaran?

Sering dengar ada orang dapat hidup lagi setelah jenazahnya dimandikan, disalatkan, bahkan ada yang sampai dikuburkan.

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Ilustrasi Mati Suri 

TRIBUNJAMBI.COM - Sering dengar ada orang dapat hidup lagi setelah jenazahnya dimandikan, disalatkan, bahkan ada yang sampai dikuburkan.

Kabar bahwa ada orang mati hidup lagi nampaknya bukan hal asing bagi perbincangan sehari-hari orang Jawa.

Seperti misalnya kisah Mbah Hartini pada 1987, sebagaimana tertulis dalam Menemui Ajal: Etnografi Jawa Tentang Kematian, buku karya Y. Tri Subagya (2004).

Baca: Enam Saksi Akan Dihadirkan Pada Sidang Dugaan Suap Mantan Plt Dirut PDAM Tirta Sakti

Mbah Hartini yang telah dikelilingi tangis sedih sanak saudaranya tiba-tiba bangun ketika jenazahnya hendak disucikan.

Dalam fenomena yang disebut sebagai mati suri itu, Mbah Hartini kemudian dapat menceritakan pengalamannya.

Awalnya Mbah Hartini merasa sedang mandi di kolam sebelah selatan rumahnya yang sejuk.

Di tengah asyiknya mandi, dia kemudian kebingunan karena kehilangan kain jariknya yang diambil oleh wanita cantik.

Baca: 5 Maskapai ini Terkenal Sebagai Pemberi Tarif Termurah di Dunia, Satunya Ada di Indonesia

Namun, tak lama kemudian wanita itu kembali membawa kain baru seraya berkata:

"Jangan marah-marah saya tidak ingin mencuri kainmu, tetapi akan menggantinya dengan yang baru karena yang lama ini sudah rusak."

Pengalaman atas pemberian kain baru ini pun lantas ditafsirkan oleh Mbah Hartini sebagai pemberian/ perpanjangan usia.

Apakah pengalaman itu dapat dikatakan perjalanan roh dalam kematiannya yang tertunda?

Mati suri cenderung diduga sebagai kekeliruan menangkap tanda-tanda kematian secara fisik oleh orang di sekitarnya.

Baca: Beredar Video Dugaan Praktek Politik Uang, Pelaku Tertangkap Tangan dan Diinterogasi

Mengapa demikian? Karena jika ditilik dari segi sains dan medis, kematian yakni tidak bekerjanya sistem otak secara total diikuti jantung yang berhenti berdetak.

Sedangkan menurunnya aktivitas di otak menyebakan ketidaksadaran atau koma.

Ilustrasi
Ilustrasi (express.co.uk)

Orang yang mengalami masa koma panjang sebenarnya tidak dapat mengatakan suatu pengalaman akan kematian.

Hal itu dikarenakan dirinya sediri belum mati.

Sehingga ketika Mbah Hartini mati suri sesungguhnya dia belum mati melainkan hanya tenggelam dalam ketidaksadarannya.

Maka, pengalamannya bertemu wanita cantik dan menerima kain baru muncul secara tidak sadar manakala dinyatakan mati.

Pengalaman yang terlintas dalam ketidaksadaran itu tidak sama dengan pengalaman di alam kematian.

Karena kematian merupakan lenyapnya segala aktivitas kehidupan yang dialami semua manusia tanpa kecuali.

Meski demikian, nyawa bagi orang Jawa hanya dianggap sebagai penyangga tubuh yang dilahirkan menjadi manusia bersama 4 saudara gaibnya: sedulur papat kalimo pancer.

Baca: James Hewitt, Selingkuhan Putri Diana yang Dianggap Pahlawan oleh Pangeran Harry dan William

Yakni kakang kawah, adi ari-ari, darah, pusar, dan pancer atau diri kita sendiri sebagai pusat kehidupan.

Sementara tubuh yang mati dipandang akan kembali menjadi 4 campuran anasir yang membentuknya: api, tanah, air, udara.

Misalnya kulit, daging, dan ulang berasal dari zat makanan yang semula berasal dari tanah
Darah dan keringat dari air yang diminum.

Nafas dari udara yang dihirup, serta api dari matahari.

Nyawa dipandang tidak turut binasa bersama tubuhnya melainkan menyatu dalam wujud asal menuju alam keabadian.

Baca: Terungkap Sosok Ayah di Kaleng Khong Guan yang Masih Jadi Misteri, Pria ini Ungkap Keberadaannya

SUMBER: Intisari Online

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved