Bombardir 128 Rudal Jelajah ke Suriah, Kabar Ini Bakal Bikin AS, Inggris dan Perancis Makin Kalap

Sebagian besar rudal yang ditembakkan Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis ke Suriah berhasil ditangkis oleh sistem pertahanan udara Suriah

Editor: bandot
Foto yang dirilis lewat akun Twitter resmi pemerintah Suriah pada Sabtu (14/4/2018) memperlihatkan ledakan terjadi di pinggiran Damaskus usai serangan udara Sekutu.(HANDOUT / STR) 

TRIBUNJAMBI.COM - Sebagian besar rudal yang ditembakkan Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis ke Suriah berhasil ditangkis oleh sistem pertahanan udara Suriah.

Demikian rilis resmi Kementerian Pertahanan Rusia seperti dilansir dari RT.com.

Meski begitu unite pertahanan udara Rusia tidak terlibat langsung dalam aksi memukul mundur serangan Barat/ Sekutu tersebut.

Sejauh ini pihak Barat telah menembakkan sedikitnya 128 rudal jelajah ke fasilitas militer dan sipil di Suriah.

Serangan itu dilakukan oleh dua kapal AS yang ditempatkan di Laut Merah, dengan dukungan udara taktis pembom-pembom Rockwell B-1 Lancerr dari pangkalan udara koalisi di Al-Tanf, provinsi Homs Suriah.

Bandara Udara Suriah Al-Dumayr, yang terletak 40 km timur laut dari Damaskus, diserang oleh 12 rudal jelajah.

Semua rudal dihadang oleh sistem pertahanan udara Suriah.

Untuk menangkis serangan, Damaskus menggunakan sistem rudal permukaan-ke-udara buatan Soviet.

Termasuk S-125 (NATO menyebutnya SA-3 Goa), S-200 (SA-5 Gammon), 2K12 Kub (SA-6 Gainful) ) dan Buk.

Rusia tidak menyebarkan sistem pertahanan udaranya yang terletak di Suriah untuk mencegat rudal Amerika, Inggris, dan Perancis.

Sebelumnya, Kementerian Pertahanan Rusia mengeluarkan pernyataan, rudal-rudal yang diluncurkan AS dan sekutunya tidak boleh mencapai zona pertahanan Rusia yang melindungi kota Tartus dan Pangkalan Udara Khmeimim.

Atas Perintah Trump

Pemerintah AS, Inggris, dan Perancis akhinya memutuskan untuk melakukan serangan militer terhadap rezim Bashar al-Assad.

Serangan ini merupakan respons AS terhadap dugaan serangan senjata kimia yang disebut Trump sebagai sebuah "kejahatan seorang monster".

"Belum lama tadi, saya memerintahkan militer Amerika Serikat untuk menggelar serangan presisi terhadap sasaran yang terkait dengan lokasi pengembangan senjata kimia diktator Bashar al-Assad," ujar Trump, Jumat (13/4/2018) malam waktu setempat.

Trump menambahkan, operasi gabungan dengan angkatan bersenjata Perancis dan Inggris kini tengah berlangsung.

"Saya berterima kasih kepada kedua negara," tambah Trump.

Tak lama setelah pernyataan Trump itu, serangkaian ledakan terdengar di ibu kota Suriah, Damaskus pada pukul 01.00 GM atau sekitar pukul 07.00 WIB.

Baca: Jokowi Ingin Menggandeng Prabowo Sebagai Cawapres, Kok Bisa? ini Alasannya

Usai serangkaian ledakan itu, koresponden AFP di Suriah, mendengar suara jet-jet tempur di langitkota Damaskus.

Asap hitam terlihat membubung dari sisi utara dan timur kota terbesar di Suriah itu.

Jenderal Joseph Dunford, salah satu perwira tinggi ternama AS, mengatakan bahwa serangan udara itu menghantam tiga target.

Ketiga target itu adalah pusat riset di dekat Damaskus, fasilitas gudang, dan pos komando juga di dekat ibu kota, serta fasilitas penampungan senjata kimia di dekat Homs.

Jenderal Dunford mengatakan, persenjataan anti-serangan udara Suriah mencoba melawan tetapi sejauh ini belum dikabarkan jatuh korban di pihak sekutu.

Serangan kali ini menandai meningkatnya eskalasi dibanding serangan AS tahun lalu yang hanya mengandalkan misil penjelajah dan menyasar satu pangkalan udara.

Baca: Prabowo Maju Capres, Yunarto Wijaya Bilang Sebenarnya Lawan Terberat Jokowi Adalah

Sementara itu, Menteri Pertahanan Jim Mattis mengatakan, tak ada rencana menambah serangan udara kecuali jika Assad kembali menggunakan senjata kimia.

"Kami sangat terukur dan proporsional, tetapi di saat yang sama ini merupakan serangan yang berat," kata Mattis.

Jet Tempur Inggris Tembakkan Misil Storm Shadow

Sejumlah jet tempur AU Inggris menembakkan sejumlah misil ke sebuah pangkalan militer Suriah yang diduga menyimpan bahan-bahan pembuat senjata kimia, Sabtu (14/4/2018).

Aksi ini merupakan serangan militer terbuka pertama Inggris terhadap rezim Presiden Bashal al-Assad.

Sebuah jet tempur Tornado GR4 milik AU Inggris.
Sebuah jet tempur Tornado GR4 milik AU Inggris. (Wikipedia)

Kemenhan Inggris mengatakan, empat jet Tornado telah menembakkan misil Storm Shadow ke pangkalan militer yang terletak 24 kilometer sebelah barat Homs.

Baca: Kisah Pasukan Abadi Persia yang Sangat Ditakuti, Beginilah Kerasnya Latihan Mereka Sejak Kanak-kanak

"Fasilitas itu dulunya adalah pangkalan misil di mana rezim Assad diketahui menyimpan bahan pembuat senjata kimia," demikian Kemenhan Inggris.

"Indikasi awal menunjukkan serangan terukur yang menggunakan misil Storm Shadow cukup sukses," tambah Kemenhan Inggris.

Mereka juga meyakini serangan tersebut tidak akan mengakibatkan jatuhnya korban sipil, sebab target serangan berada jauh dari permukiman warga.

Sementara itu, PM Inggris Theresa May mengatakan, serangan terbatas dan terukur itu merupakan bagian dari aksi gabungan dengan Perancis dan AS terkait dugaan serangan senjata kimia yang dilakukan Suriah.

"Tak ada lagi alternatif praktis selain menggunakan kekuatan untuk mengurangi dan mencegah rezim Suriah menggunakan kembali senjata kimia," ujar May dalam pidato televisinya, Jumat (13/4/2018) malam.

"Aksi ini bukan mengintervensi perang saudara. Juga bukan soal mengganti rezim," tambah May.

"Aksi ini dilakukan secara amat terbatas dan terukur agar tidak meningkatkan tensi ketegangan di kawasan dan sebisa mungkin mencegah jatuhnya korban warga sipil," May menegaskan.

May melanjutkan, sejumlah informasi signifikan termasuk data intelijen menunjukkan bahwa pemerintah Suriah bertanggung jawab atas serangan senjata kimia di kota Douma akhir pekan lalu.

May menegaskan, serangan militer ini menberi sinyal jelas bahwa tak ada yang bisa menggunakan senjata kimi a tanpa mendapatkan balasan.

"Ini adalah kali pertama sebagai perdana menteri saya harus mengambil keputusan untuk mengirimkan militer kita ke pertempuran, dan ini bukan keputusan yang mudah," kata May.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved