Kesaksian Artis Era '90-an yang Bikin Bioskop Indonesia 'Panas', Dari Inneke Hingga Ayu Azhari

Di tahun 1990-an, bioskop Indonesia dipenuhi dengan film-film yang masuk kategori 'panas'.

Editor: Suci Rahayu PK
ist
Poster fil 'Gairah yang Nakal' 

Selain itu, Ferry yakin tak bakal bisa bersaing dengan sinetron di teve bila membuat film dengan tema macam komedi atau drama biasa.

Pendapat Ferry dibenarkan Norman Benny, Sutradara Ranjang Yang Ternoda, salah satu film panas.

La menyatakan, "Salah satu upaya untuk menarik para penonton kembali berduyun-duyun ke bioskop adalah dengan mengikuti selera mereka. Caranya, membuat film yang dibumbui adegan panas."

Tambahan pula, timpal Ferry, "Membuat film seperti ini tidak menimbulkan kesan spekulatif karena modalnya relatif lebih kecil, sekitar Rp200 juta, tapi pemasukannya bisa mencapai Rp275 juta. Jauh sekali dibanding waktu kami membuat film berbobot macam Selembut Wajah Anggun."

Pilihan sikap seperti ini seolah mendapat angin mengingat iklim sensor saat ini, seperti dikatakan seorang aktor beken, "Terkesan lebih lunak."

Pihak berwenang (Badan Sensor Film), lanjut aktor tersebut, "Tampaknya mulai longgar dalam membabat adegan seks." Ini pun diakui Norman.

Bahkan, ujar Norman, "Batasan dalam pemberian judul yang dinilai panas juga mulai kendor. Contohnya, Gairah Yang Nakal. Dulu, kalau judul macam itu pasti sudah disuruh mengganti."

Paduan kiat sukses, seperti yang diajukan Ferry dan Norman, dan dukungan "angin keterbukaan", memang terbukti berhasil menggenjot kembali angka penonton film nasional.

Baca: Unggahan Foto Baby Margaretha Bareng Duta Besar 5 Bulan Lalu, Mungkinkah Awal Pernikahan Christian?

Gadis Metropolis boleh dibilang pelopornya.

Film ini sukses besar dan kemudian dianggap sebagian pihak sebagai acuan para produser untuk membuat film yang laku.

Karena itulah, Ferry mengimbau agar film-film seperti ini tidak cepat-cepat "dijegal" agar bisa meramaikan bioskop.

"Beri dulu kesempatan kami untuk bernapas. Hanya itulah caranya, agar kondisi perfilman tidak lebih buruk," tandasnya berulang-ulang.

Kalau dipaksa membuat film berbobot? "Banyak perusahaan film gulung tikar karena terlalu berani spekulasi," sahutnya tegas.

"Ton," timpal Norman Benny, "Adegan yang dianggap panas oleh orang kita, masih tidak ada apa-apanya dibanding film Barat."

Dalam Batas Kewajaran

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved