Ketika Imlek Dilarang Soeharto, ini Sejarah Warga Tionghoa Gunakan Nama Baru Kental Akan Indonesia
Boleh dibilang, begitu orde baru berkuasa, aturan-aturan diberlakukan untuk menghapus budaya Tionghoa dari komunitas orang-orang peranakan.
TRIBUNJAMBI.COM - Kebetulan saya termasuk generasi yang mengalami masa pemerintahan Bung Karno, di mana Imlek dirayakan secara bebas dan besar-besaran, dan saya juga merasakan masa Imlek ditabukan oleh Pemerintahan Soeharto.
Baca: Bukan Karena Peluru dan Penjajah, Jenderal Soedirman Panglima Pertama Indonesia Wafat Karena Kuman
Mengenang itu semua, yang saya rasakan adalah identitas kami sendirilah yang ditabukan.
Boleh dibilang, begitu orde baru berkuasa, aturan-aturan diberlakukan untuk menghapus budaya Tionghoa dari komunitas orang-orang peranakan.
Baca: Kronologis Warga Pulau Jelmu Diterkam Buaya, Saat Sedang Mandi Tiba-tiba Jamban Digoyang Buaya
Karena dipaksakan, terjadi hal-hal lucu sekaligus tragis.
Dalam soal ganti nama, muncul nama-nama aneh yang sangat artifisial. Upaya untuk tetap mengelayut pada identitas asli melahirkan nama-nama yang masih mirip-mirip dengan nama marga asli.
Beberapa pilihan segera menjadi hit, misalnya banyak marga Oey/oei (dibaca: ui) memilih: wijaya, wibowo, dan wi ... yang lain.
Orang marga Tan memilih nama baru a.l. Tandiono, Tanudibyo. Yang she Liem (baca: lim) menggantinya dengan Limawan atau lainnya. Ayah memilih Wijaya.
Nama baru yang bikin malu
Namun, sebagai orang Timur, Ayah tidak memandang enteng soal perubahan nama ini. Maka Ayah mendatangi seorang sinshe.
Sang sinshe menghitung-hitung dan mengusulkan nama baru apa yang cocok bagi Ayah, Ibu, dan anak-anak mereka. Saya menurut saja ketika ditentukan sebuah nama baru yang menurut perhitungan baik buat saya.
Baca: Ini Obat Pengganti Abothyl yang Direkomendasi BPOM Untuk Atasi Sariawan
Saya tak terlalu memikirkannya, sampai ketika tiba-tiba Ibu Guru mengumumkan nama-nama baru para siswanya di kelas.