Sumur Ilegal di Bajubang Menggila, Sebulan Raup Rp 500 Juta, Langkah Wagub Diapresiasi

Mirisnya beberapa sumur minyak yang sebelumnya sudah ditutup itu bisa dibuka kembali oleh pelaku pengeboran minyak ilegal.

Penulis: Tommy Kurniawan | Editor: Nani Rachmaini
TRIBUNJAMBI/TOMMY KURNIAWAN
Sumur minyak ilegal 

• Wagub Harap Aparat Tak Tutup Mata

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Sudah dua kali dilakukan penutupan besar-besaran, masih saja berlangsung aktifitas pengeboran minyak ilegal di Desa Ponpa Air, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari.

Mirisnya beberapa sumur minyak yang sebelumnya sudah ditutup itu bisa dibuka kembali oleh pelaku pengeboran minyak ilegal.

Pantauan Tribun, di lahan kebun sawit yang luasnya sekitar satu hektare, ada sepuluh sumur minyak ilegal.

Beberapa jeriken berisikan minyak mentah tampak tergeletak di sana, sudah untuk siap diangkut. Minyak berasal dari sumur itu.

Keberadaan sumur minyak ilegal ini sangat meresahkan warga setempat. Mereka sangat terganggu dan sangat dirugikan atas bisnis ilegal yang sudah berlangsung lama itu.

"Sudah dua tahun kami rasanya tidak tidur akibat aktifitas pengeboran minyak ilegal ini. Bising tiap malam. Kami minta segera di tutup," kata Juki, warga yang yang tinggal di sekitar lokasi pengeboran minyak mentah.

Dia mengatakan aktifitas pengeboran minyak ini sudah berlangsung sekitar dua tahun. Berdasarkan pengamatannya, para pekerja di sumur ilegal itu bukanlah dari warga desa setempat.

"Yang punya lahan itulah pelakunyo. Pekerjanya bukan dari sini, kayaknya dari Sumatera Selatan," katanya.

Terkait kabar tentang adanya penolakan dari warga setempat atas penutupan sumur ilegal ini, Juki mengaku hanya akal-akalan sebagian oknum di desa itu saja. "

Tidak ada itu warga yang menolak sumur minyak ditutup, warga sini malah minta secepatnyo ditutup. Mereka yang menolak itu mungkin sudah dibayar samo bos besarnya," ungkapnya.

Dia menyebut kerap tak bisa tidur karena hingar bingar di malam hari pada areal tambang minyak itu. "Kami mau tidur malam susah. Alat mesin minyak menyala, dan kendaraan besar mondar mandir, bunyinyo besar nian. Kami minta tolong jangan ada lagi aktifitas itu di desa ini," harapnya.

Sementara itu, Kepala Desa Pompa Air, Indra, mengaku masyarakat di sana hingga kini masih berharap pengeboran minyak bisa terus dilakukan. Dia menyebut sumur minyak ilegal telah jadi mata pencarian mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup.

"Masyarakat sebenarnya menyayangkan adanya penutupan ini. Tapi mau bagaimana lagi, ini ilegal," katanya. Indra berharap pemerintah bisa memberikan regulasi agar aktifitas pengeboran minyak di sana tidak ilegal lagi.

"Kami berharap pemerintah bisa memberikan petunjuk bagaimana masyarakat di sini bisa melakukannya pengeboran minyak dengan tidak ilegal," jelasnya.

Melihat aktifitas pengeboran minyak ilegal (illegar drilling) yang semakin menggila dan mengkhawatirkan, pada Senin (18/12) Tim enutupan Illegal Drilling Provinis Jambi kembali melakukan penutupan sumur. Tim ini terdiri dari unsur Pemprov Jambi dan Pemkab Batanghari, Polri dan TNI, serta SKK Migas dan Pertamina EP.

Penutupan ini dipimpin oleh Wakil Gubernur Jambi, Fachrori Umar, yang menutup 10 sumur. Pertamina EP selaku bagian dari Tim Penutupan Illegal Driiling menilai kegiatan pengeboran minyak tersebut melanggar hukum dan membahayakan penambang serta warga sekitar, karena kegiatan itu tidak memenuhi standar prosedur operasi pengeboran minyak yang benar.

“Kegiatan pengeboran minyak ilegal membahayakan penambang dan juga masyarakat sekitar, selain mengakibatkan kerusakan lingkungan akibat limbah minyak yang tumpah. Beberapa kejadian ledakan pada sejumlah sumur-sumur ilegal menimbulkan korban jiwa dan korban luka bakar," ungkap Sugeng Wiharto, Legal and Relation Manager Pertamina EP Asset 1.

Sugeng juga menambahkan berdasarkan UU 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, di pasal 52 disebutkan para pelaku pengeboran minyak ilegal bisa dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliar.

Sebelumnya, tim ini telah melakukan beberapa kali penutupan sumur-sumur ilegal di Desa Pompa Air. Penutupan sumur tahap pertama dilaksanakan 28 April hingga 3 Mei 2017, yang berhasil menutup 16 sumur, meski mendapat perlawanan dari oknum masyarakat.

Pada 25 Mei 2017 kembali dilaksanakan penutupan enam sumur sehingga total 22 sumur berhasil ditutup. Selanjutnya pada 2 Oktober 2017 dilakukan penutupan empat sumur dan disertai penyerahan bantuan sosial kepada masyarakat Desa Pompa Air.

Sementara itu, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jambi Harry Andria memprediksi keuntungan aktifitas ilegal drilling ini bisa mencapai Rp 500 juta hingga Rp 600 juta dalam sebulan.

"Kalikan saja dalam perhari ada ribuan liter minyak diambil di sini. Meski mendapat jumlah yang banyak, tapi ini membahayakan masyarakat dan juga bisa dikenakan sanksi," katanya.

Ia berharap masyarakat tidak lagi melakukan aktifitas pengeboran minyak ilegal karena sangat merugikan khususnya pencemaran lingkungan.

"Masyarakat sangat dirugikan. Banyak anak sungai sudah tercemar, jika dikonsumsi airnya sangat berbahaya," katanya.

Terpisah, Fachori Umar usai ikut melakukan penutupan sumur ilegal berharap kegiatan ini tidak terulang lagi. Menurutnya undang undang yang mengatur pelarangan adanya aktifitas pengeboran minyak ilegal sudah jelas. "Undang-undangnya sudah jelas. Saya berharap tim dan pihak penegak hukum tidak tutup mata. Tindak tegas jika ada lagi aktifitas di sini," katanya.

Sementara itu, Kapolsek Bajubang, AKP M Amin Nasution mengatakan, sampai saat ini belum ada satu orang pun pelaku pengeboran minyak ilegal yang ditangkap. Kini pihaknya masih melakukan identifikasi terhadap kasus tersebut.

"Belum ada, kita masih melakukan pendalaman kasus ini," katanya. Dia berharap kejadian ini tidak lagi terulang, karena jelas sudah melanggar hukum. "Sudah jelas ini melanggar hukum. Kalau ada kita tindak tegas," ujarnya. (kur)

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved