Kangen Bioskop di Bungo, Saat Kotanya Berkembang Pesat Malah Sudah Tutup
Kisah lenyapnya bioskop di Bungo, padahal sejak dekade 79-an hingga medio 1990 punya dua bioskop besar.
Penulis: Jaka Hendra Baittri | Editor: Nani Rachmaini

Laporan Wartawan Tribun Jambi, Jaka HB
TRIBUNJAMBI.COM, MUARA BUNGO - Kabupaten Bungo sejak dekade 79-an hingga medio 1990 punya dua bioskop besar.
Pertama bioskop pemerintah dan kedua bioskop swasta.
Bioskop pada kisaran tahun sebelum 1997 menjadi tempat hiburan tersendiri bagi rakyat Bungo.
Kini yang masih terlihat peninggalannya hanya Bioskop Bungo Indah yang terletak di kelurahan Tanjung Gedang.
Pagarnya sudah karatan. Halaman parkirnya sudah bertumbuhan tinggi ilalang. Besi-besi tempat menempelkan poster berjatuhan dan berkarat.
Tulisan Bungo Indah ppun tinggal Bungo-nya saja, tulisan Indahnya sudah pudar.
Bioskop Bungo Indah kini jadi sarang walet bagi pemiliknya dahulu.
Adalah Nur Yasmi, salah satu warga Bungo yang sudah puluhan tahun di Bungo. Dahulu dia ingat pernah menonton bersama suaminya yang tercinta.
“Iya dulu pernah nonton sama almarhum. Sekarang nggak ada lagi tempat nonton,” katanya.
Apalagi setelah mulai bermunculan pemutar VCD dan parabola, bioskop pun gulung layar.
Selain itu ada pula Heri Malalo yang awal 90-an dulu sempat bertugas di Bungo. Aktivis lingkungan ini mengatakan setiap malam minggu atau malam biasanya, sepulangnya dari tugas mereka makan di sebuah rumah makan.
“Dulu makan dan duduk-duduk dulu di rumah makan stadion. Habis itu kawan-kawan katanya mau pulang dan punya urusan masing-masing,” katanya.
Sementara Hery kemudian pergi ke bioskop Bungo Indah. “Lah ternyata mereka pada ke bioskop sendiri-sendiri,” katanya sembari tertawa.
Dia mengatakan Bungo perlu hiburan seperti bioskop itu.
Ada pula Wahyu yang pernah diajak menonton bioskop oleh tetangganya. “Dulu diajak nonton kartun di situ, sering lah beberapa kali,” katanya.
Dia mengatakan bahwa dirinya kelahiran ’89. Jadi dia hanya sempat menikmati bioskop setempat pada sisa-sisa waktu terakhir. “Terakhir nonton kartun, itu sepi, paling lima atau 10 orang,” katanya.
Baginya ada sedikit kemewewahan diajak nonton kartun di bioskop di saat kawan-kawannya hanya nonton di televisi.
“Film Mickey Mouse kalau tak salah,” katanya.
Wahyu mengatakan kadang rindu juga nonton bioskop.
“Kalau film-filmnya baru, terus tidak sama dengan televisi, filmnya update, tentu anak muda akan tetap ramai menonton di situ,” katanya.
Menurut Wahyu, Bungo sudah lebih ramai dari medio 1990-an dulu. Meski pun begitu dia heran.
“Pas Bungo lah ramai, bioskopnyo malah dak ado. Daripada anak mudo pacaran, atau main gelap-gelapan atau mesum, bioskop biso jadi alternatif,” katanya.
Wahyu mengatakan sempat ada bioskop mini di Pasar Bawah. Namun, tidak bertahan lama, bioskop pun tutup karena menurut Wahyu filmnya sama dengan di televisi dan sulit menarik penonton.
Tribun sementara belum dapat menemukan pemilik bioskop.
Saplini (51), salah satu mantan pemandu penonton di bioskop Bungo Indah mengatakan bahwa bioskop mulai mati ketika banyak yang menggunakan parabola.
“Bioskop Bungo Indah sendiri tutup pada 15 Agustus 1997,” katanya tak ragu.
Dahulu, katanya, seebelum 1997 bioskop sangat ramai. Terlebih pada akhir minggu dan hari libur nasional. “Kadang rindu jugolah nonton bioskop. Dulu sering dapat nonton gratis,” katanya kemudian terkekeh.
Saplini yakin kalau kini ada lagi bioskop di Bungo akan kembali ramai. “Sekarang sudah ramai soalnya,” kata Saplini. (jaka hendra baittri)