Sidang Kasus E KTP
VIDEO: Tambah Belasan Aset saat Proyek E-KTP, Andi Narogong Diduga Lakukan Pencucian Uang
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri dugaan pencucian uang yang dilakukan pengusaha Andi Agustinus alias
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri dugaan pencucian uang yang dilakukan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Andi memiliki belasan aset yang waktu perolehannya bersamaan dengan proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
"Dua kali sidang ini sudah membuktikan dia mendapatkan jutaan dollar AS yang kami duga dari proyek e-KTP, karena tempusnya di 2011- 2013. Aset-aset yang kami tanyakan itu aset yang perolehannya di tempusnya e-KTP," ujar Jaksa KPK Irene Putrie di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (28/8/2017).
Andi diketahui memiliki 18 aset yang sebagian besar dalam bentuk tanah dan bangunan.

Hal tersebut terungkap saat istri Andi, Inayah, bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin malam.
Dalam persidangan, jaksa mengonfirmasi beberapa dari antara belasan aset tersebut.
"Di Tebet Timur Dalam saja ada 10 aset, itu perolehan kapan, sumber pembelian dari mana?" Ujar jaksa KPK Abdul Basir kepada Inayah.
Menurut Inayah, aset tanah dan bangunan di Kawasan Tebet, Jakarta Selatan tersebut diperoleh secara bertahap dari tahun 2007 hingga 2015.
Mengenai sumber uang pembelian, menurut Inayah, sebagian kecil berasal dari dia sendiri, dan sebagian besar dari Andi.
Menurut Inayah, Andi memiliki aset di Bali pada tahun 2013. Kepemilikan rumah tersebut atas nama Raden Gede, adik Inayah.
Selain itu, Andi juga membeli rumah di Menteng, Jakarta Pusat. Rumah di lokasi elit tersebut dibeli seharga Rp 85 miliar.
Meski demikian, rumah tersebut dibeli menggunakan nama orangtua Inayah.
Inayah pernah mencairkan 3,86 juta dollar AS untuk melakukan pembayaran pembelian rumah di Menteng. Beberapa kali pembayaran juga dilakukan melalui money changer.
Selain itu, Andi juga memiliki satu unit mobil Range Rover tahun 2015 dan satu unit Toyota Alphard.
"Seharusnya dengan kerugian Rp 2,3 triliun ini, kami punya kewajiban untuk melakukan asset recovery atas kerugian negara yang begitu banyak," kata Irene.