EDITORIAL
Peringatan dari Longsor Galian C
PRAKTIK penambangan yang masuk kategori galian C di Kabupaten Kerinci telah kerap jadi keluhan. Bukan semata soal perizinan bahwa galian C itu ilegal
PRAKTIK penambangan yang masuk kategori galian C di Kabupaten Kerinci telah kerap jadi keluhan. Bukan semata soal perizinan bahwa galian C tersebut ilegal, namun lebih dari itu. Masyarakat sekitar lokasi penambangan berkeluh kesah akibat yang ditimbulkan.
Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum juga pernah menindak praktik liar ini. Praktik yang ditengarai tak berwawasan lingkungan sehingganya merusak ekosistem.
Namun, menyusul beralihnya kewenangan urusan pertambangan dari daerah ke provinsi diakui atau tidak hal ini jadi dilema. Pemerintah daerah bisa berdalih bahwa kewenangan urusan pertambangan sudah diambil alih pemerintah provinsi, sehingga bukan kewenangan daerah untuk menindaknya.
Siapa nyana, apa yang selama ini dikhawatirkan banyak pihak akhirnya terjadi. Galian C di Bukit Cibadak, Siulak Deras, mendadak longsor Senin (9/1) lalu. Sejumlah kendaraan pun tertimbun material longsor. Beruntung tak ada korban jiwa.
Tapi apakah ini akan membuat para penambang berhenti? Rasanya sulit untuk menjawab iya. Lihat saja aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI). Utamanya di Kabupaten Merangin.
Entah sudah berapa banyak korban jiwa akibat PETI. Mulai dari penambang, hingga bocah tak berdosa. Mulai dari korban tertimbun lubang peti dan bisa divekuasi, hingga korban tewas dan dikubur massal di lubang gali.
Galian C di Bukit Sibadak ini, adalah bukit yang dikeruk. Pagi hari, sebelum pekerja mengeruk bukit tersebut hujan turun di sana.
Kejadian ini setidaknya kian memunculkan rasa takur warga akan bencana. Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Siulak Deras, Samsidir mengatakan warga khawatir akan terjadi bencana banjir dan longsor.
Kini, masyarakat, pemerintah juga aparat harus belajar dari musibah terdahulu. Aturan haruslah ditegakkan. Bila ilegal, maka berlakukan aturan yang ada. Atau, sekalipun berizin tetap pula diawasi agar penambangan tak asal dan serampangan.
Pemkab juga tak perlu tutup mata sekalipun kewenangan beralih ke pemerintah provinsi. Agar tak ada saling lempar tanggung jawab di kemudian hari.
Masyarakat, utamanya lembaga adat, bisa menjadi garda terdepan untuk mencegah aktivitas yang hanya menguntungkan segelintir orang tersebut. Jangan sampai, musibah berulang dan menelan korban jiwa. Bukankah kita harus belajar dari pengalaman? (*)