EDITORIAL
Monumen Peringatan PETI
Tehitung Senin (7/11), Pemkab Merangin resmi menghentikan proses evakuasi dilandasi berbagai pertimbangan.
MASYARAKAT berduka. Setelah pencarian empat belas hari sejak 24 Oktober 2016, korban penambangan emas tanpa izin (PETI) di lubang jarum di Desa Simpang Parit, Kecamatan Renah Pembarap, belum ditemukan. Tehitung Senin (7/11), Pemkab Merangin resmi menghentikan proses evakuasi dilandasi berbagai pertimbangan.
"Mulai hari ini, upaya operasi evakuasi dihentikan. Tidak ada lagi proses evakuasi," ujar Al Haris, Bupati Merangin.
Kejadian itu membikin geger Provinsi Jambi. Tim search and rescue (SAR) gabungan melakukan segala upaya, dari penggalian, penyedotan air di lubang, hingga mencari titik-titik lain yang bisa untuk jalur evakuasi. Namun aliran air di lubang tak kunjung kering. Masa perpanjangan evakuasi pun sudah dilakukan. Akhirnya, secara resmi, tim gabungan harus menghentikan proses evakuasi korban yang berada di "lubang jarum" berkedalaman sekira 80 meter.
Langkah pemkab sudah maksimal, mengingat situasi dan kondisi. Di hari terakhir evakuasi, Al Haris memerintahkan Camat Pangkalan Jambu, Sungai Manau dan Renah Pembarap mengumpulkan keluarga korban di posko evakuasi, depan kantor Canat Renah Pembarap.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jambi, Arief Munandar, mengatakan pihak keluarga sudah ikhlas melepas korban. Pihaknya berharap masyarakat dan keluarga korban memaklumi, karena lokasi yang ekstrem dan mempertimbangkan kondisi tubuh korban.
Dapat kita bayangkan, keluarga yang ditinggalkan para korban, mengingat tubuh korban yang tidak diangkat ke permukaan tanah. Patut disematkan di ingatan, duka kali ini merupakan yang kesekian kali di Jambi, korban tertimbun akibat PETI.
Sebuah pertanyaan terlontar, apakah kejadian kali ini akan menjadi Monumen Korban PETI?
Dan siapa yang salah?
Tanpa berniat menggurui dan mengesampingkan duka, peristiwa ini dapat kita jadikan pelajaran dan hikmah. Meski terhimpit masalah ekonomi dan ada peluang yang menjanjikan, hendaknya nurani dan pikiran kita harus terbuka saat menerima pekerjaan, terutama yang berisiko tinggi untuk diri dan lingkungan.
Akhirnya, marilah kita berdoa bagi sebelas orang korban PETI dan korban-korban sebelumnya. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan tempat yang layak di surga. Amin. (*)