Editorial

Jangan Suka-sukanya Memberi Izin

APA yang diramal oleh sejumlah pemerhati lingkungan di Jambi, sekitar 10an tahun silam bahwa tanah timbunan

Editor: ridwan

APA yang diramal oleh sejumlah pemerhati lingkungan di Jambi, sekitar 10an tahun silam bahwa tanah timbunan yang menopang fisik bangunan WTC Batanghari bisa ambles (turun) agaknya menjadi kenyataan. Dimana bagian halaman dermaga di kompleks ruko WTC Batanghari Jambi tersebut ambles, Sabtu (15/10). Akibatnya beberapa tiang listrik nyaris roboh, dan sebagian aktivitas di ruko di sana juga terhenti.

Ini adalah sebuah warning yang harus segera diambil langkah-langkah serius mengingat kejadian kemarin adalah ibarat bagian sebuah buku cerita, baru di halaman pertama. Artinya masih ada halaman dua, halaman tiga dan seterusnya. Amblesnya bagian komplek WTC Batanghari Jambi tersebut hanya merontokkan tegakkan tiang listrik. Mudah-mudahan sajalah tidak lagi terjadi ambles yang sangat mengerikan.

Berbicara tentang bangunan WTC Batanghari Jambi rasanya belum asyik kalau tidak me-rewind kembali sekilas megaproyek WTC Batanghari yang kontroversial. Saat pihak kedua mau merencanakan membangun sebuah komplek pusat perbelanjaan katanya terlengkap (ada hotel, ruko, dan cinema), banyak pihak tidak setuju. Terutama mereka dari komunitas yang peduli lingkungan menentang keras akan berdirinya WTC.

Seperti kata pepatah, anjing menggonggong kafilah berlalu, maka pada 2000an WTC Batanghari Jambi yang megah selesai dibangun. Kalau tak salah waktu itu, sistem yang dipakai adalah built operate and transfer (BOT).
Dimana Pemprov Jambi selaku pemilik lahan (pihak kesatu) melepas haknya (lahan) kepada pihak kedua untuk mendirikan bangunan komersial dalam jangka waktu tertentu dengan pembagian imbalan (royalti) yang sudah disepakati.

Kenapa banyak pihak tidak setuju? Jawabannya karena areal eks milik pelabuhan Pelindo II itu (lokasi WTC Batanghari) berada di pinggir sungai Batanghari. Bahkan sebagian fisik bangunan jelas-jelas berada di dalam sempadan Sungai Batanghari yang melawan aturan.

Kawasan lindung ini diatur berdasarkan Keppres No 32 Tahun 1990 Tentang Kawasan Lindung pasal 3 angka 2 dan pasal 5 angka 2 bahwasannya kawasan lindung meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air, karena menurut pasal 1 angka 7 dan pasal 16 huruf a.

Disebutkan juga, sempadan sungai (riparian zone) adalah zona penyangga antara ekosistem perairan (sungai) dan daratan. Zona ini umumnya didominasi oleh tetumbuhan dan/atau lahan basah. Tetumbuhan tersebut berupa rumput, semak, ataupun pepohonan sepanjang tepi kiri dan/atau kanan sungai.

Selain itu, pondasi yang menopang kekuatan fisik bangunan WTC Batanghari yang dibangun di zaman Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin itu menapak di atas eks dermaga. Sejauh mana kekuatan dermaga itu menahan beban berat bangunan WTC Batanghari, barangkali patut kita pertanyakan. Sekarang Anda bisa melihat kaki-kaki (tiang) bangunan WTC itu persis di atas dermaga.

Nasi sudah menjadi bubur. Bangunan WTC Batanghari Jambi yang kokoh berdiri tidak mungkin dirobohkan. Hal yang penting dilakukan adalah mencegah kemungkinan terjadinya ambles susulan yang bisa terjadi esok atau lusa, atau tahun depan. Karena ini menyangkut kenyamanan khalayak ramai yang berada di sana.

Mudah-mudahan saja ini adalah peringatan yang mesti ditindaklanjuti. Kepada pemangku kebijakan hendaknya ini menjadi pelajaran berharga, jangan suka-sukanya memberikan izin kepada siapapun di kawasan yang terlarang. (*)

Sumber: Tribun Jambi
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved