Pemkot Kecolongan, Pekerjakan WNA Timor Leste jadi PNS
Pemerintah Kota Bekasi kecolongan dengan status seorang pegawainya yang merupakan warga negara asing (WNA) Timor Leste
TRIBUNJAMBI.COM - Pemerintah Kota Bekasi kecolongan dengan status seorang pegawainya yang merupakan warga negara asing (WNA) Timor Leste.
Sebab, sudah 14 tahun, Joaninha De Jesus Carvalho alias Nina yang disebut sebagai WNA Timor Leste ini bertugas di pemerintah daerah.
"Orang yang bersangkutan sudah tugas di Kota Bekasi sejak tahun 2002 lalu. Terakhir posisinya sebagai staf pelaksana dengan golongan 3D di Disdukcapil Kota Bekasi," ujar Widytiawarman, Kepala Sub Bidang Mutasi Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Bekasi pada Senin (22/8/2016) siang.
Dia menjelaskan, Nina telah menjadi aparatur sipil negara (ASN) sejak tahun 1985 di kampung halamannya.
Saat itu Timor Timur masih menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Seiring perjalanannya menjadi pegawai, rupanya Nina diberhentikan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada Agustus 1999 lalu, bersamaan dengan pisahnya Timor Timur (menjadi Timur Leste) dengan NKRI.
Nina diberhentikan sejak saat itu karena dia memilih sebagai warga negara Timor Leste.
Meski telah diberhentikan, namun surat pemberhentian itu baru terbit 3 tahun kemudian atau ketika Nina sudah dipindahtugaskan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Rupanya pada tahun 2002, surat tersebut tidak diproses oleh Kemendagri, tapi Nina malah dimutasikan ke Pemprov Jawa Barat.
Masih di tahun yang sama, Nina dipindahtugaskan ke Kota Bekasitepatnya di Disdukcapil Kota Bekasi.
Selama 14 tahun atau sejak 2002 sampai Juni 2016, Nina masih bertugas di Disdukcapil Kota Bekasi.
Bahkan, warga Perumahan Galaxy, Bekasi Selatan, Kota Bekasi ini sempat menjadi staf ahli Kadisdukcapil Kota Bekasi, Rayendra Sukarmadji yang kini menjadi Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bekasi.
Tepat pada 10 Juni 2016, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengeluarkan Surat Keputusan (SK) yang menyatakan Nina dipecat secara tidak hormat.
Adapun surat yang diperoleh Nina pada 15 Juni 2016 ini berdasarkan rekomendasi yang dikeluarkan BKN pada 2002 lalu.
Sementara satus kewarganegaraan Nina terungkap saat dia hendak mencairkan dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri dari PT TASPEN pada 2014 silam.
Pencairan itu gagal, karena ada klarifikasi kepada PT TASPEN dari BKN dengan nomor: D.IV.26-II/C.5-2/48 tanggal 24 November 2016.
Dalam surat klarifikasi itu, bahwa yang bersangkutan telah diberhentikan sebagai PNS sesuai Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2001.
Wali Kota benarkan
Pemerintah Kota Bekasi juga mengklarifikasi kepada BKN perihal status Nina.
"Ternyata benar di sana sudah diberhentikan. Jadi ketahuannya setelah kami mengonfirmasi ke BKN," jelasnya.
Oleh karena itu, berdasarkan surat klarifikasi itu, Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi mengeluarkan SK bernomor 881/Kep.117-BKD/VI/2016 pada Juni lalu untuk memberhentikan Nina sebagai PNS.
"Seharusnya dia mengembalikan haknya ke negara sejak diberhentikan, tapi pemerintah memberikan kebijakan, dengan alasan sudah bekerja," jelasnya.
Sekda Kota Bekasi, Rayendra Sukarmadji menilai, kinerja Nina selama di Disdukcapil sangat baik. Meski saat itu Nina hanya menjadi staf ahli Rayendra selama delapan bulan saja.
"Kinerjanya bagus dan tidak ada masalah kok," katanya.
Rayendra pun mengaku prihatin dengan sanksi pemecatan yang dilakukan BKN, mengingat Nina saat ini berperan sebagai orang tua tunggal terhadap anaknya setelah ditinggal meninggal oleh suaminya.
Oleh karena itu, dia berencana akan memberikan bantuan hukum terhadap Nina untuk memperoleh haknya.
"Kami sedang mengupayakan advokasi kepada yang bersangkutan di BKN dengan latar belakang kinerjanya yang saya nilai baik," katanya.
Saat dihubungi wartawan, Nina mengaku sangat kecewa atas pemecatan yang dilakukan BKN terhadap dirinya.
Dia pun merasa tersudut karena tak pernah dilayangkan surat teguran atau pemanggilan dari instansi terkait.
"Tahu-tahu saya dapat SK pemberhentian pada 15 Juni 2016 kemarin," kata Nina.
Nina mengaku tudingan bahwa dirinya berkewarganegaraan ganda berasal dari petugas Taspen pusat yang menemukan surat pernyataan bahwa dirinya bukan warga negara Indonesia, melainkan warga negara Timor Leste.
Bahkan saat itu, petugas menyebut bahwa dia telah mencairkan sejumlah uang Taspen yang tidak diketahui nominalnya.
"Padahal saya tidak pernah membuat surat pernyataan seperti itu, dan saya belum pernah melakukan pengklaiman uang di TaspeN. Saya cuma mau kembali bekerja dan membuktikan bahwa saya tidak salah. Apa yang ditudingkan kepada saya terkait status kewarganegaraan saya yang dianggap bukan warga negara Indonesia itu tidak benar," ujar Nina.
Kuasa Hukum Nina, Ruri Arif Rianto, mengatakan, pemberhentian kliennya tersebut terdapat kejanggalan.
Sebab, terbitnya SK BKN pada 2002 silam, Nina sudah eksodus ke Indonesia dan sudah bekerja di Kemendagri.
Bahkan, Nina juga pernah memperoleh penghargaan Satya Lencana pada 2011 dari Presiden RI.
Selain itu Nina juga memiliki identitas berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK) diterbitkan oleh Pemerintah Kota Bekasi.
"Dia juga memiliki paspor resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia, jadi saya menilai ada kejanggalan dalam pemecatan ini," ujarnya. (Fitriyandi Al Fajri)