EDITORIAL
Sudah Cukup Jatuh Korban
Editorial Tribun Jambi.
KITA harus prihatin. Lantaran perseteruan antara masyarakat dengan pihak pemerintahan daerah, satu jiwa secara tidak langsung melayang.
Suci Marlina meninggal di dalam ambulans dalam perjalanan menuju rumah sakit di Sungai Penuh. Ambulans tidak dapat melaju cepat, lantaran jalan diblokir warga di Siulak Deras, Kecamatan Gunung Kerinci, Provinsi Jambi, Selasa (10/5) dinihari.
Meski sudah satu jam pihak keluarga memohon-mohon kepada warga agar jalan dibuka, jalan tak juga dibuka warga. Akhirnya Suci yang kondisinya sudah kritis mengembuskan napas terakhirnya. Tak sampai di situ, pihak keluarga yang tetap membawa korban ke rumah sakit untuk memastikan kematiannya, tak juga dibantu saat membongkar sendiri blokir jalan.
Sungguh miris kita membaca berita ini kemarin. Indonesia, termasuk kita di Jambi, dikenal sebagai masyarakat yang saling tolong menolong. Namun kasus Suci berkata lain.
Memang urusan ajal ada di tangan Allah SWT. Jika sudah sampai masanya, kita akan kembali kepada-Nya. Tapi proses kematian Suci yang terlambat sampai di rumah sakit menimbulkan penyesalan mendalam bagi kita.
Apakah empati sudah tidak ada pada diri kita? Di mana nurani dan kemanusiaan kita saat itu? Bagaimana jika kejadian yang persis sama ini menimpa pada ibu kita, anak-anak perempuan, dan adik-adik kita?
Warga Kelurahan Siulak Deras memblokir ruas jalan Siulak Deras-Kayu Aro sejak Senin (9/5) hingga Selasa (10/5) siang. Warga menuntut janji Pemerintah Kerinci untuk membuat turap, menormalisasi sungai, dan menutup galian C. Tuntutan warga ini merupakan harapan keluar dari musibah banjir yang kerap melanda daerah tersebut.
Tuntutan warga semoga segera terwujud. Kini, pemblokiran sudah dicabut. Pihak Pemda Kerinci segera merealisasi membuat tebing penahan bronjong, menindak tegas aktivitas galian C dan lainnya.
Bisa jadi penolakan warga membuka jalan bagi Suci adalah puncak kegeraman warga akibat musibah yang mereka hadapi. Namun kita berharap, untuk ke depan, urusan hidup dan mati seperti kasus Suci mendapat prioritas.
Peristiwa Selasa dinihari itu menjadi pembelajaran bagi kita semua. Untuk selalu merawat dan memupuk kebersamaan, saling tenggang rasa, saling membutuhkan, saling tolong menolong. Bahkan dalam sebuah peperangan sekalipun, ada etika, ada masa jeda tembak menembak untuk memungkinkan upaya-upaya penyelamatan korban dan memungkinkan masuknya bantuan- bantuan kemanusiaan.
Kita juga berharap, pihak berwenang pemangku kebijakan untuk cepat tanggap atas apa yang terjadi di masyarakat. Kemarahan masyarakat jangan sampai memuncak, yang bahkan menimbulkan korban jiwa secara tak langsung. Seperti kasus Suci.
Kita berharap, semoga kematian Suci tidak sia-sia. (*)