Eksklusif Tribun Jambi
Mahasiswa FIB dan FKIP Unja Berebut Ruang Kuliah
Coretan keluhan sejumlah mahasiswa terpampang jelas di dua buah papan white board yang terletak di sebuah lorong
Penulis: Jaka Hendra Baittri | Editor: Fifi Suryani
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Coretan keluhan sejumlah mahasiswa terpampang jelas di dua buah papan white board yang terletak di sebuah lorong Fakultas Ilmu Budaya (FIB) di Universitas Jambi, Mendalo. Diantaranya tulisan, "Kampus yang nggak jelas atau fakultas yang nggak jelas", dan juga "Cie..kuliah setengah-setengah".
Tulisan tersebut merupakan ungkapan kekecewaan dari mahasiswa FIB yang menurut mereka sampai saat ini tak memiliki kejelasan. Informasi yang diperoleh Tribun Jambi, hingga saat ini fakultas tersebut bahkan belum memiliki gedung sendiri dan masih harus berbagi ruangan dengan mahasiswa Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan (FKIP). Selain itu, program studi (Prodi) juga tak memiliki kurikulum jelas.
Rf, seorang mahasiswa Prodi Arkeologi, FIB Unja mengaku mengeluarkan uang jutaan rupiah per semester untuk kebutuhan kuliah lapangan. Ia menyebut angkanya mencapai Rp 7 juta.
"Setiap semester ada kuliah lapangan," kata mahasiswa yang tak mau disebut nama lengkapnya kepada Tribun, pekan lalu.
Ia menyatakan uang tersebut untuk memberi peralatan yang diperlukan saat kuliah lapangan. Pasalnya, alat-alat tersebut tidak disediakan oleh fakultas.
"Alat kuliah lapangan seperti cangkul dan meteran pun fakultas tidak memiliki, terpaksa kita membeli sendiri," katanya.
Tak hanya peralatan, Rf juga mengeluhkan dosen yang mengajar mereka.
"Dosen kami saja cuma satu, malah gara-gara itu semester dua kami sempat vakum kuliahnya, meski pun nilainya tetap keluar," katanya
Tak hanya Rf, U, mahasiswa arkeologi lainnya menambahkan memang pihaknya sejak semester satu sampai semester empat kuliah terus. Namun, memang menurutnya ada mata kuliah yang tidak terlalu dalam karena dosennya juga bukan orang arkeologi.
U menyatakan untuk dosen prodi ada kerjasama dengan BPCB (Badan Pelestarian Cagar Budaya) Jambi dan Museum Siginjai.
"Semester tiga dan empat ada dari Museum Siginjai yang mengajar," katanya.
Selain itu untuk kuliah lapangan dan kegiatan mahasiswa dia mengatakan tidak lagi berharap pada fakultas.
"Tidak ada gunanya menyalahkan fakultas. Lebih baik kami bergerak sendiri," ungkapnya.
"Sebenarnya sih iya memberatkan. Cuma kan kita nggak terlalu menggantungkan ke fakultas," katanya.
Terpisah Yusdi Anra selaku Kepala Prodi Arkeologi mengatakan sebenarnya mereka hanya mempunyai dua dosen. Namun, karena bekerjasama dengan BPCB Jambi, Museum Siginjai,Balai Arkeologi Palembang, BPCB Batusangkar dan beberapa pihak, hal ini bisa ditanggulangi sementara.
"Namun, untuk mereka yang semester empat ke atas nanti, tidak bisa tidak, harus menambah dosen dan melengkapi fasilitas," ungkapnya.
Yusdi mengatakan itu wajib. Seperti misalnya kamera potret bawah laut, GPS kamera, alat-alat laboratorium yang aman dan kelas.
"Itu harus dipersiapkan, berangsur-angsur bisa. Berbeda dengan sendratasik yang memang harus ada alatnya sejak awal," ungkapnya.
Yusdi mengatakan mereka mempunyai perpustakaan kecil sekaligus laboratorium. Selain itu ada satu kelas belajar dan sepetak tanah untuk praktik di lapangan. Letaknya ada di belakang gedung G ini.
Dia mengakui semua penjaringan kerjasama dengan instansi yang terkait arkeologi prodi dan mahasiswa melakukan iuran sendiri.
Kuliah-kuliah lapangan hingga kegiatan mahasiswa tidak lagi berharap pada fakultas, meski pun itu hak mereka dan kewajiban fakultas.
"Alhamdulillah kita tidak pernah ada bantuan dana dari fakultas untuk kegiatan-kegiatan kita," ungkap Yusdi.
Menurutnya tidak ada yang perlu disalahkan, hanya saja perlu sinkronisasi dan duduk bersama.
Khairinal selaku dekan FIB Unja sendiri saat dihubungi Tribun mengarahkan agar Tribun menemui rektor.
Yusdi menambahkan meski banyak kekurangan, namun pihaknya berupaya melengkapi diantaranya dengan membuat perpustakaan. Namun diakuinya, buku-buku dan literatur yang ada di pustaka tersebut merupakan sumbangan dari pihak luar FIB maupun Unja.
"Memang kami hanya punya satu kelas. Semester besok kami hanya menerima 20 orang, sementara sebelumnya kami menerima sampai 40 mahasiswa," katanya.
Tak hanya fasilitas penunjang kuliah, mahasiswa juga mengeluhkan soal gedung yang tak kunjung mereka miliki.
Bagaimana sikap Gubernur terkait persoalan yang terjadi di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jambi? Simak terus informasinya hanya di Tribunjambi.com.