Pilkada Serentak
Tak Diberi Uang Transportasi, Warga di Kabupaten Ini Pilih Golput
Angka Golput untuk Pilkada Batanghari lebih tinggi dari raihan suara dua kandidat calon bupati dan wakil bupati
Penulis: Hendri Dunan | Editor: Fifi Suryani
TRIBUNJAMBI.COM - Angka Golput untuk Pilkada Batanghari lebih tinggi dari raihan suara dua kandidat calon bupati dan wakil bupati. Tim mengakui kerja KPU sudah baik namun penunjang Golput sikap masyarakat yang mengharapkan biaya pengganti transportasi.
Pelaksanaan pemilihan Pilkada Serentak di Batanghari sudah dilakukan. Dan beberapa tim sukses sudah memiliki hasil hitungan masing-masing. Namun, mereka masih menahan diri untuk sebuah pesta kemenangan sebelum pihak KPU menetapkan kandidat terpilih berdasarkan hasil pleno mereka. Sebelum itu, ada hal yang menarik yakni angka Golput di Batanghari ternyata lebih tinggi dari dua kandidat lainnya.
Dari sebuah data hasil perhitungan sementara bahwa pasangan Ardian Faisal-Muh.Qomarudin meraih 6,6 persen atau 12.400 pemilih. Syahirsah-Sofia Joesoef meraih 27,0 persen atau 50.938 pemilih. Untuk Camelia-Amin meraih 14,4 persen atau 27.232 pemilih dan Sinwan-Arzanil meraih 25,8 persen atau 48.738 pemilih. Suara tidak sah 2,1 persen atau 3.921 pemilih. Angka Golput 24,2 persen atau 45.779 pemilih, dan suara sah 73,7 persen atau 139.308 pemilih. Dari total suara masuk 76 persen atau 143.229 dari jumlah DPT sebanyak 189.008 pemilih.
Zamhariro, Media Center Pasangan No 4, Sinwan-Arzanil menyikapi tingginya angka Golput ini disebabkan banyak faktor. Faktor yang mereka soroti yakni masih adanya undangan yang tidak terkirim atau warga yang belum menerima undangan. Lalu, beberapa TPS yang kekurangan surat suara.
"Menurut kami, angka Golput ditunjang oleh distribusi undangan yang tidak sampai dan kurangnya surat suara di beberapa TPS,"ucap Zamhariro, Kamis (10/12).
Secara umum, Zamhariro mengungkapkan bahwa KPU sudah melaksanakan tugasnya dengan maksimal. Sehingga mereka tidak mengatakan KPU bersalah dengan tingginya angka Golput. Tetapi ada juga peran dari tim dan partai politik dalam mengajak warga memilih. Selain itu, masih adanya sikap masyarakat yang berhitung untuk berpartisipasi menggunakan hak pilihnya.
"Sikap Wani Piro (Berani Berapa) di masyarakat itu juga sangat berpengaruh. Sehingga bila tidak ada yang Wani (Berani/beri uang), maka mereka tidak akan ikut berpartisipasi,"ucap Zamhariro.
Ucapan Zamhariro ini senada dengan Rahmat, tim dari Ardian Faisal-Muh.Qomarudin. Bahwa mereka menemukan warga yang masih mengharapkan pengganti biaya transportasi mereka pada hari itu. Sebab, menurutnya, bila mereka bekerja di perusahaan swasta atau wiraswasta, penghasilan perhari lebih penting dibandingkan menggunakan hak pilih hanya untuk memilih pemimpin.
"Masyarakat masih berpikir, bahwa menggunakan hak pilih tapi menghilangan gaji sehari itu sangat merugikan. Makanya mereka baru mau memilih, bila gaji mereka sehari diganti oleh pihak yang ingin dipilih," ucap Rahmat.
Indikasi lain sikap pemilih, yakni kandidat yang mereka pilih akan makmur di kemudian hari, tetapi mereka nasibnya tetaplah akan sama seperti itu hingga bilangan tahun dengan kerja mereka sendiri.
Margono, Tim Camelia-Amin lebih kurang menyuarakan hal yang sama. Bahwa KPU sudah maksimal melaksanakan kewajiban mereka. Tetapi politik uang sangat mempengaruhi sikap masyarakat menggunakan hak pilihnya.
"Kami menemukan masyarakat hanya datang ke TPS dan hanya melihat. Mereka mengharapkan ada yang memberikan uang dilokasi dan baru akan menggunakan hak pilihnya. Jika tidak mereka akan pulang tanpa memilih sama sekali," ujar Margono.
Sikap itu juga dinilai dari kurangnya peran partai politik dan tim memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.
Terakhir, Iwan, tim Syahirsah-Sofia Joesoef menyatakan bahwa mereka belum mereka tingginya angka Golput. Sehingga mereka tidak bisa memberikan komentar terhadap angka Golput. Namun, dirinya memang berharap money politik di Pilkada Batanghari benar-benar tertekan.
"Kami belum melakukan kajian terkait angka Golput,"ucap Iwan