Paris Bergejolak
Ini Respon WNI di Paris atas Serangan di Sana
Pengalaman saya pribadi, nuansa islamophobie di Prancis antara nyata dan tidak. Dimana-mana banyak orang menyebutnya
Penulis: Deddy Rachmawan | Editor: Deddy Rachmawan
TRIBUNJAMBI.COM - Sejumlah WNI termasuk asal Jambi ada yang sedang tinggal di Paris, Prancis saat rangkaian teror berlangsung di sana. Termasuk Irmawati Sagala, dosen IAIN Sulthan Thaha Saifuddin (STS) yang sedang mempersiapkan doktoralnya di Paris.
Ia tinggal di asrama yang jaraknya 4 km dari ledakan di stadion. Apa ceritanya mengenai insiden Jumat malam waktu Paris tersebut?
Berikut Tribun cuplikan.
Mendekati tengah malam tadi (Jumat malam waktu Paris, 13 November 2015), notifikasi facebook dan email saya berdering ramai.
Ternyata beberapa rekan dari beberapa negara menanyakan kabar saya terkait rangkaian serangan di Kota Paris.
Saya malah kaget, karena memang saat itu saya sedang fokus membaca bahan tugas kuliah, dan tidak membuka berita.
Sejak sebulan lebih tinggal di Paris, komunikasi andalan saya adalah email dan FB, apalagi setelah nomor WA Indonesia dan BBM tidak aktif. Sontak saya mencari berita-berita terkait dan menghubungi beberapa rekan mahasiswa Indonesia yang ada di Paris.
Peristiwa ini tentunya menjadi luka mendalam tidak hanya bagi Prancis, tapi bagi dunia. Apalagi dikabarkan, ini merupakan serangan paling mematikan di Eropa dalam 40 tahun terakhir, setelah serangan di Madrid tahun 2004 silam. Wajar, jika kemudian reaksi masyarakat dunia juga gegar.
Dan ini lah yang sangat saya rasakan. Segera saya menerima puluhan lalu kemudian mencapai lebih 100 pesan yang tidak hanya berisi pertanyaan kabar, tapi juga peringatan, alias wanti-wanti, agar hati-hati dan jangan keluar rumah setidaknya 1-2 hari ke depan. Benar-benar khas kekeluargaan Indonesia.
Uniknya, rekan-rekan yang segera update informasi adalah rekan-rekan dosen yang sedang studi di berbagai negara. Tampaknya solidaritas sesama pelajar dan se-profesi sangat kuat. Perasaan haru tentu saja menyelimuti saya, demikian banyak rekan dan sahabat yang mengkhawatirkan dari berbagai belahan dunia, Amerika, Inggris, Belanda, dan terutama Indonesia. Namun, rasa haru itu segera mengantarkan saya pada perasaan lain yaitu paranoid. Dari kondisi awal yang tidak terlalu khawatir, menjadi cemas. Begitulah pengaruh komuniasi ternyata.
Beberapa rekan mahasiswa Indonesia di Paris yang sempat saya kontak tadi malam, rata-rata menanggapi dengan tenang. Menurut mereka yang sudah lebih lama tinggal di Paris, kondisi seperti ini mungkin akan sedikit mengkhawatirkan namun akan segera membaik, seperti kejadian Charlie Hebdo lalu.
Bahkan salah seorang rekan se-asrama sempat tertawa dengan kecemasan saya. Walaupun, tetap saja mereka menyarankan untuk tidak bepergian jika tidak ada hal sangat penting. Kondisi psikologis yang sedikit berbeda muncul di grup penerima beasiswa 5000 Doktor Kementerian Agama.
Dari 14 orang yang sedang studi di Prancis, rata-rata menunjukkan kekhawatiran, meskipun 12 orang di antaranya berlokasi di luar kota Paris. Mungkin ini dampak psikologis sebagai pendatang baru. Perbincangan grup WA segera hangat dengan seruan kehati-hatian, terutama kepada saya yang berlokasi paling dekat dengan tempat kejadian, sekitar 4 km.
Pengalaman saya pribadi, nuansa islamophobie di Prancis antara nyata dan tidak. Dimana-mana banyak orang menyebutnya, namun sampai hari ini saya belum pernah bertemu langsung, entah karena baru 1,5 bulan tinggal di Paris.
Penampilan saya masih sama dengan saat berada di Indonesia, dan jelas masih terbata-bata berbicara bahasa Prancis. Di jalan, sering saya dihampiri oleh seseorang ketika tampak kebingungan mencari sesuatu. Dengan senang hati mereka menujukkan jalan yang saya cari. Ketika membawa barang berat naik-turun tangga yang ada di hampir setiap stasiun kereta (berbagai jenis kereta), selalu ada yang menawarkan bantuan.
Suasana di kampus juga biasa saja, tidak ada perlakukan berbeda. Bahkan ketika masuk asrama, dokumen saya juga tidak lengkap, kalau tidak mau dibilang tidak ada. Pengurus asrama sangat ramah dan menghibur saya dengan berkata “Tidak apa-apa, itu hanya lembaran kertas bagi saya. Nanti saja anda lengkapi”. Semoga ke depan terus seperti ini.
Simak tulisan lengkapnya di sini.