Revisi UU KPK
Kent Duga Revisi UU KPK Demi Kepentingan Korporasi Perjabat
Kent menduga Revisi UU KPK diinisiasikan oleh korporasi yang dikuasai kalangan pejabat tinggi politik.
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Kepala Departemen Penguatan Organisasi Rakyat Konsorsium Pembaruan Agraria, Kent Yusriansyah menilai rencana merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan upaya untuk melancarkan praktik korupsi di bidang sumber daya alam (SDA).
Kent menduga Revisi UU KPK diinisiasikan oleh korporasi yang dikuasai kalangan pejabat tinggi politik.
"Korupsi SDM dan agraria semakin meningkat. Banyak yang beroperasi tanpa izin, kemudian melakukan perluasan area melalui korupsi. Di sinilah dibutuhkan penguatan KPK yang selama ini punya kewenangan khusus dalam pemberantasan korupsi," kata Kent di Jakarta, Selasa (13/10/2015).
Sementara Kepala Departemen Kajian dan Penggalangan Sumber Daya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Khalisah Khalid berpendapat dalam beberapa tahun terakhir, KPK sebenarnya mulai fokus dalam menangani kasus korupsi mengenai pengelolaan kawasan sumber daya alam. Itu ditunjukkan dalam koordinasi yang dilakukan KPK dengan organisasi masyarakat sipil.
Salah satu bentuknya, KPK merekomendasikan agar kepala daerah dapat menertibkan izin pendirian dan pengelolaan usaha. Menurut Khalisah, hal tersebut cukup membuat korporasi merasa terancam.
Meski demikian, menurut Khalisah, KPK tidak cukup hanya melakukan pencegahan. Pasalnya, masih banyak korupsi dalam bidang minerba, kehutanan, perkebunan dan maritim, yang hampir tidak tersentuh dan sulit untuk menjangkau pelakunya.
Menurutnya, KPK'>Revisi UU KPK patut diduga sebagai upaya untuk melemahkan kewenangan KPK. Korporasi berupaya menghilangkan kewenangan KPK, sehingga tidak lagi dapat melakukan penindakan.
"Tidak cukup pencegahan, tapi butuh penindakan. KPK adalah harapan besar dalam korupsi sektor SDA. Selama ini korporasi sulit dijangkau, padahal kerugian negara besar sekali di sana. Masalahnya, pengusaha-pengusaha itu sebagian besar ada di DPR," imbuh Khalisah. (Edwin Firdaus)