Hari Bumi
Siswa SMAN 11 Jambi Ini Nilai Belum Semua Remaja Sadari Pentingnya Bersih
Menjaga bumi sama dengan menjaga lingkungan. Usaha menjaga lingkungan pun bisa mulai dari mana saja,
Penulis: Jaka Hendra Baittri | Editor: Fifi Suryani
TRIBUNJAMBI.COM - Menjaga bumi sama dengan menjaga lingkungan. Usaha menjaga lingkungan pun bisa mulai dari mana saja, termasuk menjaga kebersihan. Hal inilah yang dilihat Fajar di lingkungan sekitarnya terutama di sekolah.
Siswa kelas X SMAN 11 Jambi ini melihat kalau remaja seusianya masih belum semuanya sadar kalau kebersihan itu penting. Namun jangankan kesadaran, tempat sampah yang menurutnya sudah jelas tujuannya pengadaannya masih tidak dianggap. Sampah pun tetap dibuang sembarangan.
Tak hanya dari sisi remaja seusianya, tapi pihak sekolah menurutnya juga perlu berbenah. Tempat-tempat sampah tak jarang dibiarkan saja penuh berhari-hari. "Tidak dibuang gitu, padahal sampah kan bisa didaur ulang juga," katanya sembari memainkan kunci motor di tangannya.
Ia juga menuturkan sedikit soal film yang baru saja ditontonnya. "Tadi nonton film tentang masyarakat di sekitar Gunung Masurai. Lewat film itu kita bisa tahu hutan di Merangin tu sekarang kayakmano," ungkapnya.
Hal ini disepakati oleh Hafiz, kawannya sesama anggota Petala Argawana. Petala Argawana adalah organisasi ekstrakurikuler siswa pecinta alam (Sispala) dari SMAN 11.
"Sama dengan Fajar. Kepedulian masih belum benar-benar tumbuh di remaja seusia kami," kata pria berkacamata dan berkaos abu-abu ini sembari memegang sebuah buku di tangan kanannya.
Rupa-rupanya dalam buku itu ada puisi yang setelah tak beberapa lama dari perbincangan, dibacakan oleh Hafiz. "Puisi Bang Ical," katanya menyebut nama temannya.
Ia tampil dalam acara sarasehan Walhi yang diadakan dalam rangka memperingati hari bumi pada Rabu (22/4) ini. Tak hanya Hafiz, ada pula beberapa penampilan musikalisasi puisi yang apik dari Front Mahasiswa Nasional (FMN) Jambi.
Dalam sarasehan ini masing-masing organisasi dan peserta yang datang mengeluarkan pendapatnya tentang keadaan lingkungan Jambi hari ini. Sebelumnya mereka juga memutar dua film yang satu menceritakan bagaimana penduduk kaki gunung masurai mempertahankan identitas lingkungannya dan yang keuda film animasi empat menit yang bercerita
tentang bagaimana lingkungan rusak karena pembangunan yang berlebih.
"Kenapa kita namakan sarasehan? Karena kita amelihat seluruh yang hadir punya pemahaman dan pemikiran yang luar biasa terkait dengan lingkungan," kata Rudi dari bagian Kampanye Walhi Jambi.
Menurutnya lingkungan khususnya hutan di Jambi sudah sampai pada tahapan kritis. Lingkungan yang menyediakan sumber kehidupan masyarakat seperti air sudah ada yang mengandung merkuri, baik dari industri atau perkebunan.
"Dan ini dampaknya dari hulu sampai ke hilir," katanya.
Terkait dengan film pertama ia mengatakan bahwa film itu juga bertujuan untuk menunjukkan identitas masyarakat yang masih mempertahankan lingkungan dan itu dampak dari kebutuhan mereka sendiri.
"Harapannya pemerintah tak hanya memperhatikan pertumbuhan ekonomi, tapi juga di perhatikan sisi lingkungan," katanya.
Sebab menurutnya pertumbuhan ekonomi bisa seiring dengan terjaganya lingkungan hidup.
"Pertumbuhan ekonomi dan lingkungan bisa beriringan dan saling mendukung," ungkapnya.
Dalam acara tersebut Walhi juga membagikan kalender gratis bagi yang hadir. Tak lupa ubi rebus dan jagung rebus sebagai penganan sembari berdiskusi.
"Ini langsung dari petaninya lho," kata Dwi dari Walhi.