Citizen Journalism
Pak Tam, Pria Tangguh yang Pantang Menyerah
Senyuman pria kelahiran Sarolagun itu tampak semangat dan ceria, ketika kami temui di kediaman
TRIBUNJAMBI.COM - Senyuman pria kelahiran Sarolagun itu tampak semangat dan ceria, ketika kami temui di kediaman Pak Ramdani atau Pak Tam di Simpang Nes Sungai Duren, selasa (15/10/14). rumah kontrakan pria berusia tiga puluh lima tahun itu cukup sederhana namun bangunannya permanen.
Teras kontrakkannya hanya berukuran tiga kali enam meter. Teras itu dijadikan bengkel kecil dan lokasi usaha tambal ban. Pada awalnya hanya terdapat sebuah kompresor, tungku, timba kecil dan beberapa perlengkapan atau alat perkakas yang difungsikan untuk pemotor yang hendak menambal ban.
Ditambah pula dengan menjual minyak bensin dan minuman segar, membantu para pelangggan untuk menghilangkan rasa dahaga. Begitu penuturan Pak Tam tentang kisah awal ia merintis usaha bengkel ini.
Berawal dari usaha tambal ban itulah perekonomiannya mulai meningkat dengan modal pinjaman dari keluarga dekat. Kebaikan keluarga dekatnya, Pak Tam tak perlu lagi untuk mengembalikan modal yang telah dipinjam tersebut, karna keluarga memberikan modal dengan ikhlas dengan niat membantu.
Sekarang, di samping kiri kontrakan Pak Tam terdapat sebuah rak kayu tempat menjual bensin eceran, terdapat juga mesin jahit untuk aktifitas istri Pak Tam yang bernama Yuli. Dengan menjahit istri Pak Tam membantu meringankan kebutuhan ekonomi keluarganya.
Usaha bengkel tersebut mulai dirintis pada 2012, setelah mengalami kecelakaan kerja yang mengakibatkan Pak Tam harus kehilangan kedua kakinya pada saat menjalani profesi sebagai tukang tebang pohon di hutan pada tahun 2004 silam.
Setelah kejadian itu, semangat untuk hidup tetap ada pada Pak Tam, beliau tidak ingin hidup dari belas kasihan orang lain walaupun dengan kondisi cacat fisik.
Pak Tam tidak ingin mengemis seperti kebanyakaan orang-orang penyandang cacat lainnya, untuk sementara waktu, Pak Tam mendapatkan sesuap nasi dari kakaknya karena dengan kondisinya yang kurang sehat,beliau harus istrahat total demi kesembuhannya.
Seiring berjalannya waktu Pak Tam harus kembali bekerja dengan profesi sebagai tukang bangsal atau membuat batu bata selama satu tahun. Selama menjalani profesi tersebut, Pak Tam menjalankan pekerjaan itu dengan senang dan terseyum manis, beliau juga tidak pernah mengeluh dan menjalankan hidupnya dengan ikhlas.
Suatu ketika alat untuk membuat batu bata miliknya hilang diambil orang tak bertanggungjawab, dan mengakibatkan Pak Tam harus berhenti bekerja selama kurang lebih enam bulan.
Hari demi hari terus dilalui Pak Tam. Kemudian Pak Tam kembali mendapat tawaran pekerjaan sebagai tukang pasang teralis rumah dan tukang pasang keramik lantai.
Pak Tam menekuni pekerjaan tersebut selama satu tahun, setelah itu beliau kembali menjadi pengangguran. Akan tetapi, atas rencana Tuhan, beliau mendapat modal pinjaman menyambung hidupnya, beliaupun lalu membuka bengkel dengan modal tersebut.
Karena keterbatasan modal, Pak Tam hanya melengkapi bengkelnya dengan alat seadannya. Selain sebagai tukang tambal ban, Pak Tam juga memiliki profesi sampingan yaitu menjual motor yang memiliki surat-surat yang lengkap.
Usaha bengkel paktam mulai beroperasi pada pukul 06:15-21:10. Walupun tak jarang beliau mulai membuka bengkelnya setelah sholat Subuh. Hasil yang beliau dapatkan dari usaha bengkel ini tidak menentu.
Jika lagi ramai Pak Tam mampu mengumpulkan uang sebesar seratus ribu rupiah, jika lagi sepi beliau hanya mampu mengumpulkan uang sekitar tiga puluh ribu rupiah, bahkan kadang-kadang tidak dapat sama sekali.
Tetapi semua itu dilakukan Pak Tam penuh keikhlasan dan kesabaran, serta beliau selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Allah SWT. Satu hal yang ia yakini bahwa ia harus terus berdo’a dan berusaha, karena dengan itulah ia akan mampu menjalankan hidupnya. (*)
Penulis: M. Afrizal, bekerja di MTSN Muara Bulian.