Gedung Teater TBJ Rp 5,5 M Disoal
TRIBUNJAMBI.COM ‑ Gedung Teater Arena Taman Budaya Jambi senilai Rp 5,547 miliar dinilai tidak sesuai dengan fungsi gedung pertunjukan.
Penulis: Duanto AS | Editor: Deddy Rachmawan
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI ‑ Pembangunan dan pengisian peralatan dan perlengkapan Gedung Teater Arena Taman Budaya Jambi senilai Rp 5,547 miliar dinilai tidak sesuai dengan fungsi gedung pertunjukan.
Bangunan gedung yang baru saja jadi tersebut belum dapat digunakan, meski telah melewati batas waktu penyelesaian kontrak seharusnya, yakni 31 Desember 2011.
Disinyalir, proyek tersebut dikerjakan asal jadi lantaran mengejar batas waktu penyelesaian. Kondisi saat ini, perlengkapan dan peralatan seni pertunjukan tidak dapat dipakai, selain itu bangunan fisik gedung banyak kekurangan.
Pantauan Tribun, hanya 171 kursi dari total 250 kursi yang terpasang. Sedangkan 79 kursi terlihat menumpuk di gudang, lantaran tipe kursi dan desain ruang tak sesuai. Genset 120 ribu VA untuk tata suara (sound system) dan lampu (lighting) belum tersedia. Pendingin ruangan (AC) terlihat asal pasang.
Tak hanya itu, kekurangan fisik gedung masih banyak. Bagian layar lebar (segitiga dari papan kayu ukir di atap) tidak rapat, masih ada sela sekitar sekitar 2 sentimeter. Akustik suara pun bocor, hingga suara dari dalam gedung ketika dicoba terdengar ke luar. Bocor cahaya, sehingga cahaya dari luar masuk ke dalam ruangan. Serta panggung tanpa lapisan vinil, hanya lapisan busa.
"Kursi (penonton) tak bisa dipasang, tempatnya nggak pas. Kalau dipaksakan pasang, penonton gak bisa duduk, jalan pun sulit. Itu ada di gudang semua," jelas Feri Gomes, seniman sekaligus teknisi di Taman Budaya Jambi ketika ditemui Tribun di TBJ, Sabtu (30/3) siang.
Feri tidak mengetahui mengapa kursi sedemikian banyaknya bisa tersisa, dan tidak sesuai ukuran ketika dipasang. "Mungkin mereka asal pesan saja, tanpa melihat tempatnya dulu," lanjutnya.
Kursi biru penonton berbentuk seperti sofa. Kursi tersebut seharusnya mengisi tribun yang berundak ke atas sebanyak 6 baris. Namun ketika baris kursi kedua dan ke empat dipasang, tidak ada ruang sela‑sela untuk kaki penonton untuk duduk dan berjalan. "Cuma tersisa sekitar 15 sentimeter," lanjutnya.
Mantan Kepala TBJ Jafar Rassuh ketika dimintai penjelasan, mengakui masih banyak kekurangan, misalnya kursi yang sudah dibeli namun tak dapat digunakan, dan lain sebagainya. Lapisan peredam pun tak maksimal, tebal seluruh lapisam hanya 4 Cm, dengan material peredam kurang.
"Proyek ini pun sebenarnya sudah lewat waktu kontraknya, juga tak mengikuti spesifikasi gedung pertunjukan," katanya.
Kepada Tribun, Jafar kemudian menunjukkan apa saja kesalahan dalam proyek, baik fisik gedung maupun sarana prasarana di dalamnya. "Intinya rancangan gak sesuai dengan fungsi," ujarnya.
"Gedung pertunjukan seharusnya tidak bocor suara dan cahaya, tapi ternyata bocor. Dua fungsi yang seharusnya untuk gedung pertunjukan tak terpenuhi," kata Jafar.
Ketika dirinya masih menjabat sebagai Kepala TBJ, disebutkan anggaran pembangunan gedung menghabiskan dana sekitar Rp 3,1 miliar dari APBD 2011, turun Mei. Sedangkan anggaran untuk pembelian peralatan dan perlengkapan sebesar Rp 2,447.5 miliar dari APBD Perubahan 2011, turun Oktober. Total dana Rp 5,547 miliar. "Fisik gedung dikerjakan Dinas PU, peralatan dipegang Disbudpar," jelasnya.
Dalam sepengetahuannya, gedung seharusnya selesai 31 Desember 2011, namun ternyata baru selesai sekitar bulan Februari 2012. "Ada kemungkinan dikerjakan asal jadi, kan sudah lewat batas waktunya," lanjutnya.
"Dulu (ketika pembangunan) pihak panitia dan PPTK tak pernah melihat lokasi, dan tidak libatkan orang TBJ yang paham," ungkap seniman berambut putih itu. Proyek ini disebutkannya bisa menjadi catatan temuan BPK, Inspektorat, bahkan oleh KPK.
Sebelumnya, untuk desain gedung, Dinas PU ketika itu memang pernah meminta masukan dari pihaknya. Tapi setelah itu tak ada komunikasi lagi sampai proyek selesai. (sud)
Berita Terkait