Meriam Jepang di Pulau Berhala Coba Dicuri
WISATA ke Pulau Berhala bukan hanya wisata bahari. Tiga cagar budaya terdapat di sini.
Penulis: Deddy Rachmawan | Editor: Rahimin

WISATA ke Pulau Berhala bukan hanya wisata bahari. Tiga cagar budaya di bawah pengelolaan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jambi terdapat di sini. Butuh pengelolaan dan penanganan agar bisa jadi pembelajaran.
Kamis (13/10) sudah lewat tengah hari, beranjak menuju sore. Kepala Dusun Pulau Berhala, Kecamatan Sadu, Junaedi dari pendopo di depan rumahnya sesekali melayangkan pandangan ke laut.
Ada tamunya yang akan datang hari itu. Sekitar pukul 14.30 tamu yang dinanti, Mahendara dari BP3 Jambi tiba. Junaedi dipercaya oleh BP3 Jambi sebagai juru pelihara cagar budaya yang terdapat di Pulau Berhala.
Ada tiga cagar budaya di sana, masing-masing makam Datuk Paduko Berhalo, dapur Jepang, dan meriam Jepang. Hari itu Mahendra melakukan peninjauan sekaligus membayar honor Junaedi sebagai juru pelihara cagar budaya.
Menurut Mahendra, ketiganya sudah sejak sekitar lima tahun lalu menjadi cagar budaya. Kepada Tribun, ia mengatakan, cagar budaya tersebut tak lepas dari gangguan tangan-tangan usil.
Tribun mendapati vandalisme itu pada meriam Jepang. Cagar budaya yang ada di Bukit Meriam itu pernah dicoba untuk dicuri. Di badan meriam dari besi terdapat bekas potongan menggunakan gergaji. Bekas gergaji itu tak sampai melingkari setengah diameter meriam.
"Mungkin mereka tak sanggup menggergajinya," kata Junaedi yang akrab dipanggil Edi. Mengenai kondisi meriam yang dirusak itu, Mahendra menyayangkannya.
Mahendra mengakui, jauhnya Pulau Berhala dari Kota Jambi dan keterbatasan transportasi menjadi kendala mereka dalam hal pemantauan peninggalan bersejarah tersebut. Keterbatasan itu membuat mereka tak bisa memantau secara rutin setiap bulan.
Dikatakannya, benda-benda cagar budaya itu memiliki arti penting untuk sejarah. Makam Datuk Paduko Berhalo, misalnya itu menjadi salah satu bukti di sana dulunya ada peradaban kebudayaan Melayu Islam.
Sayang, tak ada penjelasan detil yang diberikan pihak terkait, melalui tulisan misalnya, mengenai sejarah benda-benda tersebut. Kalau Anda ingin tahu, bisa menemui Datuk Tancap (85) saksi sejarah yang masih hidup hingga kini. Ia sudah di Pulau Berhala, ketika Jepang menduduki pulau itu.
Makam Datuk Paduko Berhalo berada persis di bukit di belakang rumah Edi. Bagian bukit yang datar membuat bangunan yang menaungi makam tersebut bisa dikatakan tidak cukup luas untuk menampung banyak peziarah.
Di atas makam, tersusun sejumlah buku surat Yasin yang bisa digunakan peziarah untuk berdoa. Di salah satu sudut, lantai berkeramik tampak amblas. Sayangnya, di sana tak ada penjelasan gamblang mengenai siapa Datuk Berhalo.
Sejarah singkat mengenai Raja Jambi itu justru terpasang di dinding rumah penduduk yang sudah rusak di sana sini. Siapa sosok Datuk Paduko Berhalo dijelaskan dalam dua paragraf di atas papan warna putih itu. Di kiri tulisan, ada lambang Pemkab Tanjung Jabung Timur. Di bagian paling atas tulisannya adalah Datuk Paduko Berhalo Awal Betapak Sejarah Kebudayaan Melayu Islam Jambi”. Semua ditulis dengan huruf kapital.
Sementara, dapur Jepang berada sekitar 30 meter dari bibir pantai. Cagar budaya ini terlihat sangat biasa. Ia hanya berupa tungku dengan tiga buah lubang. Sepintas tungku itu bukan peninggalan Jepang. Itu dulu merupakan dapur yang digunakan tentara Jepang untuk memasak,” kata Mahendra.
Dapur Jepang yang tak dipagar tersebut seolah teronggok begitu saja. Kondisi itu juga membuat cagar budaya tersebut rawan dengan aksi vandalisme semisal dicat atau dicoret.
Dari ketiga peninggalan bersejarah itu, meriam Jepang lokasinya paling tinggi. Meriam yang panjangnya lebih dari dua meter ini berada di bukit Meriam. Butuh waktu sekitar 20 menit menaiki bukit yang dibangun anak tangga itu untuk mencapai meriam.