Nikmatnya Menyusuri Lempengan Tertua di Asia
Diperlukan waktu satu setengah jam dari Bangko untuk bergabung dengan para peneliti geologi dan arkelologi di Desa Air Batu, Kecamatan Bangko

Sekitar 20 peneliti telah seminggu melakukan berbagai kegiatan penelitian tentang jenis batuan yang ada di sepanjang Sungai Merangin dan Sungai Mengkarang. Kegiatan ini guna menuju Merangin Geopark 2014, yang menjadi cita‑cita mereka.
Apa itu Geopark? Geopark atau taman bumi adalah suatu kawasan yang memiliki formasi batuan yang bernilai tinggi bagi ilmu pengetahuan dan pendidikan khususnya sejarah bumi, kebudayaan, geologi, arkeologi dan tentu saja mendatangkan uang melalui pariwisata.
Sebenarnya bukan baru kali ini para Geologist dan Archeologist tersebut melakukan penelitian di kawasan unik ini. Namun dengan adanya MoU antara Gubernur Jambi dengan Kepala Badan Geologi yang ditandatangani bulan lalu maka intensitas penelitian mereka semakin meningkat, tidak saja di Merangin namun juga di Candi Muaro Jambi. Kali ini mereka berkosentrasi di Merangin yang merupakan Jambi Flora.
Kenapa disebut Jambi Flora? Karena fosil flora yang dikandungnya merupakan flora yang tertua di Asia yang ditemukan pada zaman Assilian (zaman perem awal sekitar 300 juta tahun lalu). Jadi Jambi ini merupakan lempengan tertua di Asia alias tanah leluhur Asia.
Menurut mereka untuk mendapatkan keindahan dan uniknya formasi batuan Jambi Flora maka petualangan melalui air harus dimulai dari daerah hulu yaitu tepatnya di Desa Air Batu. Sesuai dengan namanya Sungai yang mengalir di depan desa tersebut selain lebar berbatu‑batu dan deras sekali airnya apalagi Merangin beberapa hari ini diguyur hujan lebat.
Dua perahu karet bantuan PNPM Pariwisata (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) si merah dan si kuning disiapkan. Walaupun diawaki para atlet lokal arung jeram plus baju pelampung untuk setiap penumpang, namun melihat derasnya arus sungai dan suara deburan buih membuat hati setiap penumpang kebat‑kebit juga.
Konon sungai ini memiliki reputasi setiap tahun makan korban. Ganasnya jeram sudah ditandai dengan terbaliknya si merah saat berusaha melewati jeram pertama yaitu jeram Amin (diadopsi dari nama seorang wartawan Sriwijaya Post Biro Jambi yang tewas saat perahu yang ditumpanginya terbalik akibat jeram tersebut pada tahun 1990 an).
Napas tertahan dan adrenalin terpacu setiap perahu karet menerobos jeram. Untuk mengurangi rasa cemas, kami berteriak saat melewati jeram, dan kembali menghela napas saat jeram selamat terlewati. Lega walau sesaat kemudian napas harus ditahan lagi ketika jeram berikutnya menghadang. .
Saat reda dari jeram, bisa dinikmati indahnya batuan granit di sisi kiri kanan sempadan sungai Batang Merangin. Granit itu lelehan magma dari bumi. Bumi seperti tubuh manusia juga, penuh dinamika di dalamnya.
Aliran darah misalnya sama dengan aliran magma panas dalam bumi yang dalam kondisi tertentu akan meletup merembes keluar. Lelehan magma tersebut akhirnya membeku menjadi bebatuan. Selain bentuknya yang elok, kandungan mineral dan proses terbentuknya patut menjadi ajang pengetahuan yang jarang ada di dunia ini.
Beberapa menit kemudian perahu merapat untuk mengusap fosil Cordaites sp dan Calamites sp tersebar di berbagai tempat. Mereka membeku dan membatu di sekitar situs tanpa meninggalkan bentuk aslinya walau diperlukan mata ahli untuk mampu mendeteksi mana batu berfosil mana yang tidak. Bagaikan seolah bersaksi, fosil ini adalah sejenis pandan zaman purba, di mana referensi mengidentifikasi jenis ini ditemukan tumbuh di periode 290‑299 juta tahun lalu.
Ini sebagai bukti nyata bahwa dahulunya Jambi di bentangan pulau Sumatera merupakan lempengan tersendiri yang disebut Blok Indochina yang berbeda umur maupun karakter dibanding provinsi lain.
Bahkan dari studi fosil ini bisa diketahui bahwa walaupun jenis tumbuhannya sama dengan yang di China. Keajaiban Tuhan dalam menciptakan Pulau Sumatera bisa dilacak dari sini. Sumatera sekarang ini merupakan gabungan lempengan-lempengan yang bergeser mirip jika kita bermain puzzle.
Lepas dari pandan‑pandanan purba, perahu karet menyisir sisi kanan Sungai Merangin. Tampak gagah bukit‑bukit berhutan berdiri di atas batuan. Berbagai jenis pohon komersil seperti kempas, meranti, kayu manis dan lainnya berdiri kokoh dan masih perawan. Tak lama tampaklah seolah sebuah pokok kayu yang bersandar di pinggir sungai. Merapat semakin jelas bahwa pokok berwarna pucat tersebut adalah fosil Araucarioxylon, pohon masa lampau yang sudah tidak tumbuh lagi sekarang.