IPR Sudah Pernah Dibuat, Ini Titik Awal Polemik PETI di Sarolangun
Izin Pertambangan Rakyat yang digadang bisa menjadi solusi bagi penambang emas ilegal yang ada di Kabupaten Sarolangun sepertinya sulit dilakukan.
Penulis: Wahyu Herliyanto | Editor: Teguh Suprayitno
IPR Sudah Pernah Dibuat, Ini Titik Awal Polemik PETI di Sarolangun
TRIBUNJAMBI.COM, SAROLANGUN- Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang digadang bisa menjadi solusi bagi penambang emas ilegal yang ada di Kabupaten Sarolangun sepertinya sulit untuk dilakukan.
Berkaca pada 2004, Sarolangun sudah pernah menerapkan IPR untuk mengatur aktivitas PETI.
Kabid Pengawasan dan Pengendalian Lingkungan (PLP), Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) Sarolangun, Suhardi Sohan bilang, waktu itu pemerintah daerah memberikan izin yang diberikan untuk 15 kelompok penambang terdiri dari 9 kelompok di Kecamatan Limun 6 kelompok ada di Kecamatan Bathin VIII.
Pada tahun 2005 saat masa percobaan itu, dilakukan pengecekan ke lapangan. Setelah pengecekan ternyata tidak semuanya menaati peraturan. Setiap kelompok yang melakukan penambangan wajib menggunakan kolam sedimen lumpur (kolam pengendapan).
Katanya, dari 15 kelompok hanya 2 kelompok tambang yang ada di Kecamatan Limun mengikuti aturan. 13 kelompok lain melanggar aturan dan langsung dilakukan penertiban. "Sedangkan dua kelompok masih tetap beroperasi," kata Sohan.
Baca: Reaksi Adian Napitupulu Saat Diminta Presiden Joko Widodo Tak Pakai Jaket Kulit Lagi
Baca: 5 Bacaan Dzikir yang Dianjurkan Dibaca 100 Kali Setiap Harinya Sesuai Petunjuk Nabi Muhammad SAW
Baca: Tak Cukup Hanya Menyikat Gigi, Kenali Cara Merawat Gigi
Baca: VIDEO: Viral Detik-detik Polantas di Jawa Barat Ditabrak Mobil dan Diseret hingga 100 Meter
Saat itu katanya, atas tindakan itu memang ada sedikit kecemburuan sosial terhadap kelompok lain, mengapa dua kelompok itu tetap beroperasi.
Tidak terima belasan kelompok itu ditertibkan, justru membuat mereka semakin bringas dan berbuat onar terhadap dua kelompok tambang yang masih beroperasi.
"Menyerang lagi dengan dibuat tidak nyaman mereka dalam kerja, Ada yang dimasuki ular, macama-macam," katanya.
Menurutnya, kejadian itu adalah titik awal penertiban ilegal PETI di tahun 2005, sehingga menimbulkan polemik sampai sekarang.
Setelah kejadian penyerangan itu, aturan penambangan izin pertambangan rakyat (IPR) dicabut oleh Pj bupati. Termasuk pencabutan izin dua kelompok penambang yang sudah menaati aturan.
"Karena dari belasan kelompok hanya 2 yang taat peraturan, sehingga menimbulkan kecemburuan sosial," katanya.
Katanya, semua kegiatan IPR itu resmi dicabut termasuk peraturan bupati (Perbup). "Makanya semuanya ijin dicabut biar tidak ada perang lagi antara kelompok," ujarnya.
Untuk mengakhiri ini semua, tentu harus ada kesadaran dari masyarakat itu sendiri, bagaimana menyikapi dan menjaga alamnya sendiri demi kelestarian dimassa yang akan datang.
Menjaga kelestarian alam lebih besar manfaatnya dari pada harus menjual dan rela lahannya digarap oleh tangan- tangan tak bertanggung jawab.
Baca: Istri Bripka Rachmat Sempat Cegah Suaminya Tidak Pergi, Dapat Firasat Tak Enak: Begini Kisahnya
Baca: Ratusan Anak-anak Antusias Peringati Hari Anak di UIR, Dekan Berikan Bimbingan Konseling Gratis
Baca: Tidak Sanggup Bayar Tagihan RS Rp 7 triliun, BPJS Kesehatan Terancam Denda Puluhan Miliar
Baca: Menghitung Kekayaan Hotman Paris Hutapea, Disebut Punya Mobil Seharga 11 Miliar & Bayar Pajak 30 M
Baca: VIDEO: Dugaan Pembunuhan dan Pemerkosaan RSM di Muaro Bungo Jambi, Pelaku Tunawicara