Hikmah Ramadan

Kultum Ramadan, 'Puasa yang Mensucikan Jiwa', Dibacakan Setelah Salat Tarawih

Bulan Ramadan meruapakan saat yang tepat untuk memperbanyak amal ibadah kepada Allah SWT.

Penulis: Heri Prihartono | Editor:
Kolase
Salat Tarawih 

TRIBUNJAMBI.COM -  Bulan Ramadan meruapakan saat yang tepat untuk memperbanyak amal ibadah kepada Allah SWT.

Dengan memperbanyak amal dan ibadah kepada Allah SWT, telah menjadi bagian dari usaha menjalankan syariat agama islam.

Diantara upaya memperbanyak amal ibadah kepada Allah SWT dengan mendengarkan kultum yang biasanya dibacakan sebelum salat tarawih.

Baca: Arief Poyuono Usir Demokrat dari Koaliasi Prabowo-Sandi, Sandiaga Uno: Saya menyayangkan, Kita Solid

Baca: Presiden Jokowi Naikan Gaji PNS, BPN Prabowo-Sandi Lapor Bawaslu, Ada Kaitan Dengan Pilpres 2019?

Baca: Billy Syahputra Disebut Raffi Ahmad Akan Nikahi Model Cantik Usai Lebaran : Sudah Fitting Jas

Peringatan Isra Miraj menghadirkan penceramah Buya Ahmad Maki, Sekda Tanjabbar Ambok Tuo dan Wakapolres Tanjabbar Kompol Henri Agus Batubara
Peringatan Isra Miraj menghadirkan penceramah Buya Ahmad Maki, Sekda Tanjabbar Ambok Tuo dan Wakapolres Tanjabbar Kompol Henri Agus Batubara (TRIBUNJAMBI/DARWIN SIJABAT)

Artikel ini dilansir dari KhotbahJumat.com simak dan dapat dijadikan rujukan kultum harian selama Ramadan.

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.

أَمَّا بَعْدُ:

Segala puji bagi Allah yang telah mempertemukan kita dengan bulan Ramadhan. Kita memohon kepada Allah agar memberi kita taufik di bulan ini untuk mengisinya dengan amal shaleh yang terbaik. Dan juga menunjuki kita agar istiqomah dalam ketaatan di bulan ini, sehingga kita bisa menutupnya dengan amal kebajikan juga.

Seorang muslim adalah orang-orang yang selalu dalam kebaikan. Khususnya kepada mereka yang dianugerahkan Allah Ta’ala berjumpa dengan bulan Ramadhan ini. Masa-masa yang penuh dengan kebaikan dan ibadah. Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua untuk memanfaatkannya dengan sempurna. Mengisinya dengan berbagai macam ketaatan; puasa, shalat malam, membaca Alquran, sedekah, dll. Jangan sampai kita menjadi orang-orang yang terhalangi dari kebaikan, ketika peluang kebaikan itu dibuka selebar-lebarnya. Mereka inilah orang-orang tujuan hidupnya hanya apa yang mereka inginkan. Sehingga berlalu hari-hari penuh kebaikan, mereka dalam keadaan lalai dan tak peduli.

Padahal seseorang itu hanya ada dua kemungkinan. Pertama, ia menggunakan waktunya dalam kebaikan. Sehingga ia banyak mendapatkan kemanfaatan. Atau yang kedua ia gunakan waktunya dalam keburukan. Sehingga kemudharatanlah yang ia dapatkan. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كُلُّ النَّاسِ يَغْدُوْ : فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوْبِقُهَا

“Setiap manusia melakukan perbuatan: ada yang menjual dirinya kemudian memerdekakannya atau membinasakannya.” (HR. Muslim).

Manusia, mereka sendirilah yang mengarahkan dan mengatur diri mereka -setelah Allah-. Apabila mereka mengarahkan diri mereka kepada kabaikan, mensucikannya dengan ketaatan, dan mengekangnya untuk kemanfaatan, maka apa yang mereka lakukan adalah sebaik-baik amanah. Namun, jika mereka tidak mampu mengarahkan diri mereka, tentu sulit diharapkan kalau mereka akan mampu mengarahkan orang lain. Kalau mereka menelantarkan diri mereka sendiri, mereka pun tak akan mampu membina masyarakatnya.

Jika mereka membiarkan diri mereka melakukan apa yang mereka inginkan berupa kemaksiatan dan kemalasan, mereka inilah orang-orang yang menelantarkan dirinya. Jika mereka menelantarkan dirinya, apalagi yang bisa ia jaga? Bagi setiap orang, dirinya sendiri adalah sesuatu yang paling ia berarti baginya. Allah Ta’ala berfirman,

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّىٰهَا * فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا *قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّىٰهَا

“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.” [Quran Asy-Syams: 7-9].

Dia mensucikan dirinya dari kemaksiatan dan dosa. Dan setiap mereka mengerjakan ketaatan juga kebaikan, artinya mereka telah mensucikan diri mereka. Kemudian firman Allah:

وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا

“Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” [Quran Asy-Syams: 10].

Yaitu dia kotori jiwanya dengan dosa, kemaksiatan, dan keburukan. Dia terlantarkan dirinya dengan memperturutkan semua hasratnya dan meninggalkannya tak terurus. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَوْمَ يَتَذَكَّرُ ٱلْإِنسَٰنُ مَا سَعَىٰ * وَبُرِّزَتِ ٱلْجَحِيمُ لِمَن يَرَىٰ

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved