"Bung Karno merasa dikibuli," kata Sidarto saat dijumpai Kompas.com di kediamannya di Jakarta Selatan, Minggu (6/3/2016).
Setidaknya masih ada kontroversi dari sisi teks dalam
Supersemar, proses mendapatkan surat itu, dan mengenai interpretasi perintah tersebut.
"Dalam Supersemar, mana ada soal penahanan? Penahanan fisik, (dibatasi bertemu) keluarganya, penahanan rumah. Supersemar itu seharusnya melindungi keluarganya, melindungi ajarannya (Bung Karno)," kata Sidarto.
Pada saat bersamaan, ia dikejutkan dengan kehadiran demonstran yang mengepung Istana.
Pada waktu yang sama, Brigjen Kemal Idris mengerahkan sejumlah pasukan dari Kostrad untuk mengepung Istana.
Pasukan yang dikerahkan Kemal itu tidak mengenakan identitas.
Komandan Tjakrabirawa Brigjen Sabur melaporkan kepada Soekarno bahwa Istana dikepung "pasukan tidak dikenal".
Karena itu, Soekarno tidak dapat memerintahkan Soeharto membubarkan "pasukan tidak dikenal" tersebut dan akhirnya memilih keluar dari Istana Merdeka menggunakan helikopter menuju Istana Bogor.
Ketiga jenderal itulah yang membawa Supersemar ke Jakarta untuk Soeharto.
Namun, Soekarno "kecolongan" karena dalam Supersemar diyakini terdapat frasa "mengambil segala tindakan yang dianggap perlu."
Dalam buku Memoar Sidarto Danusubroto Ajudan Bung Karno yang ditulis Asvin Warman Adam, diperkirakan ada sekitar 4.000 anggota pasukan yang dipulangkan ke kesatuan di daerah asalnya.
Tak berselang lama, Soeharto juga mengontrol media massa di bawah Pusat Penerangan Angkatan Darat.
Meski demikian, isu pembubaran PKI adalah salah satu penyebab merosotnya dukungan politik untuk Soekarno.