Zulkifli Nurdin Meninggal Dunia
Begini Zulkifli Nurdin dan Antony Zeidra Abidin saat Menjadi Gubernur dan Wagub
Tentu banyak penyebab konflik itu. Mulai dari hal-hal yang sepele yang terkait dengan peraturan sebelumnya.
Di periode kedua memimpin Provinsi Jambi, Zulkifli Nurdin (ZN) didampingi oleh Antony Zeidra Abidin (AZA). Wajar, AZA memilki begitu banyak kenangan terhadap sosok kharismatik itu. Berikut tulisan dari mantan Wakil Gubernur Jambi tersebut.
RABU (28/11) malam, dalam perjalanan pulang ke rumah setelah mengunjungi anak saya yang dirawat di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) Jakarta, pukul 20.14 saya menerima kabar mantan Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin (ZN) meninggal dunia. Setelah mengkonfirmasi ke berbagai pihak, termasuk ke RSPI, ternyata berita duka itu benar adanya. Innalillahi wa innailaihi rojiun.
Saya dan istri yang cukup dekat dengan ZN dan keluarganya tentulah sangat beduka. Begitu sampai di rumah, kami bergegas menuju RSPI. Saat sampai RSPI, mobil jenazah sudah menuju rumah duka. Saya dan istri mengiringinya persis di belakang mobil yang membawa mantan Gubernur Provinsi Jambi itu.
Tentu saja banyak suka-duka, karena ZN menjabat pada awal reformasi. Masa pancaroba politik, yang terbuka terhadap berbagai kemungkinan. Awalnya saya dianggap pengeritik kebijakan ZN, terutama saat saya menjadi anggota DPR-RI dari daerah pemilihan Jambi.
Sesuatu yang wajar mestinya. Namun ketika sejumlah DPD Golkar kabupaten dan kota di Provinsi Jambi secara tidak saya duga mengusulkan nama saya untuk menjadi wakil gubernur pada pilkada 2005, pihak yang tidak setuju berargumentasi bahwa ZN pasti menolak. “Karena Pak Zul itu pendendam”, katanya.
Baca: Sempat Sakit Beberapa Hari Dirawat di Rumah Sakit, Ini Penyebab Ibunda Ayu Dewi Meninggal Dunia
Setelah Partai Golkar menetapkan saya menjadi calon wagub melalui konvensi partai, ternyata ZN menerimanya dengan senang hati. Bukan karena konvensi pemilihan calon Wagub Jambi ketika itu langsung dipimpin oleh Jusuf Kalla yang selain menjabat Ketua Umum Golkar tetapi juga Wakil Presiden RI.
Begitulah watak pribadi ZN: egaliter, demoratis dan tentu saja objektif. Walaupun kadang-kadang dalam beberapa kasus, ZN terkesan emosional. Namun menurut hemat saya, pilihan ZN untuk terjun ke dunia politik tidak lain karena semangat ingin mengabdi kepada masyarakat Jambi.
Selain tidak “pendendam” sebagaimana yang pernah dipersepsikan, beliau juga sangat menghormati orangtua, terkhusus ibunya. Suatu kali beliau pernah menceritakan kisah awal ketika diminta kesediannya untuk menjadi calon Gubernur Jambi tahun 2000.
“Pak Umirza Abidin (Bendahara DPW PAN Jambi ketika itu), beberapa kali menemui saya mengusulkan agar saya bersedia menjadi calon gubernur,” begitu ZN mengisahkannya.
Baca: VIDEO: Detik-detik Kedatangan Zumi Zola di Pemakaman Jenazah Zulkifli Nurdin
Baca: Tak Pernah Terungkap! Ayah Zumi Zola Dahulu Pernah Berjualan Tepung Terigu Untuk Menyambung Hidup
“Awalnya saya menolak, karena merasa tidak punya cukup pengalaman di bidang pemerintahan. Setelah untuk kesekiankalinya Pak Umirza dan juga sejumlah pengurus partai meyakinkan saya, akhirnya saya minta waktu untuk memutuskannya. Saya menemui ibu, dan meminta restu beliau. Ibu saya juga sependapat dengan saya, karena menjadi gubernur memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam mengemban amanah rakyat. Berikutnya, saya kembali menemui ibu saya, dengan berbagai penjelasan dan tambahan argumentasi yang saya peroleh dari para pengurus DPW PAN Jambi. Setelah beliau merestui sepenuhnya barulah saya putuskan bersedia menjadi calon gubernur,” tuturnya.
Keluarga Nurdin Hamzah (NH), terkenal sebagai keluarga pebisnis yang taat beragama, mengeluarkan zakat dengan baik, memberikan sedekah dan bantuan kepada fakir miskin dan rakyat yang memerlukannya. Dalam kunjungan saya ke berbagai desa di wilayah Jambi, tidak sedikit warga yang mengenang kepedulian almarhum Nurdin Hamzah, ayah ZN.
Air jatuh tentulah tak jauh dari cucuran, sikap religius dan sosial itu diwarisi ZN. Simpati terhadap keluarga ZN yang kemudaian menjadi modal sosial yang membuatnya memiliki elektabiltas tinggi dan kemudian dicintai rakyat. Pembentukan modal sosial yang dalam sosiologi disebut “social capital” merupakan proses yang panjang, bukan instan.
Sejak awal dilantik pada Agustus 2005, kami mempunyai semangat yang tinggi untuk melakukan perubahan melalui berbagai program pembangun di semua sektor strategis: