Tahu-tahu Suami Siap Tempur di Pesawat Terbang, Mengungkap Kehidupan Istri Anggota Kopassus
Kadang, para prajurit Kopassus baru diberi tahu jenis dan lokasi misi tempurnya, saat berada di pesawat terbang atau kapal laut.
TRIBUNJAMBI.COM - Pernah Anda bayangkan bagaimana kehidupan istri anggota Kopassus ( Komando Pasukan Khusus)? Ternyata perlu kekuatan khusus juga mendampingi sang suami.
Menjadi istri anggota pasukan khusus TNI AD membutuhkan mental kuat.
Mengapa istri Kopassus perlu mental kuat? Karena latihan dan operasi-operasi tempur yang dilakukan pasukan memang penuh rahasia.
Sebagai gambaran, seorang wanita yang bersuamikan seorang prajurit Kopassus sudah sangat biasa ditinggal pergi suaminya, tanpa mendapat informasi jenis dan juga lokasi suaminya bertugas.
Kadang, para prajurit Kopassus sendiri baru diberi tahu jenis dan lokasi misi tempurnya, saat berada di pesawat terbang atau kapal laut yang mengangkutnya.
Serba dirahasiakan
Tapi di balik itu, Kopassus masih memiliki pasukan antiteror yang dikenal sebagai Satuan Penanggulan Teror (Gultor) 81, yang baik misi tempur maupun misinya, bahkan para personelnya, juga sangat dirahasiakan.
Hanya saja untuk ukuran Indonesia, Sat-81, meski sangat rahasia dan berada di bawah Kopassus TNI AD telah menjadi kiblat pasukan khusus lokal.
Mulai soal latihan, kemampuan, perlengkapan hingga persejataan, dan teknik operasi-operasi senyapnya.
Baca: Sebelum Kopassus Datang, Penderitaan Ini yang Dirasakan Penumpang Pesawat Garuda Woyla Saat Dibajak
Baca: Syarat Mendaftar Menjadi Kopassus, Pasukan yang Disegani Dunia, Latihannya Melampaui Batas
Baca: Keberadaannya Misterius dan Bikin Gentar Navy Seal AS, Inilah Denjaka Pasukan Khusus TNI AL
Dari sejarahnya, keputusan mendirikan Gultor tidak terlepas dari peristiwa pembajakan pesawat Garuda DC-9 GA 206 Woyla di Bandara Don Muang, Bangkok, 31 Maret 1981.
Soal pembebasan Woyla ini, sejumlah literatur menyebutkan bahwa kesuksesan operasi melibatkan four-man squad Delta Force, AS.
Namun seberapa jauh peran Delta atau apakah memang ada pembagian tugas antara Delta dan tim Kopassus, masih perlu penjelasan dari otoritas terkait.
Dalam buku Benny Moerdani: Profil Prajurit Negarawan (1993), disebutkan bahwa Benny memang mengajukan pinjaman flak jacket kepada CIA.
Hanya saja urung dipakainya karena para personel Kopassus ternyata sudah ada di pesawat. Di buku yang sama dijelaskan bahwa semua bentuk pinjaman ditolak oleh Benny.
L.B. Moerdani saat itu menjadi sutradara operasi. Sedangkan komandan lapangan diserahkan kepada Letkol Inf Sintong Panjaitan.
