VIDEO: Begini Kemeriahan Festival Mandi Safar di Desa Air Hitam Laut
Doa itu ditulis oleh 101 santri Pondok Pesantren Wali Petu, yang menurut KH As'ad dibuat ganjil karena Allah Swt menyukai angka ganjil.
Laporan Wartawan tribun Jambi, Zulkifli
TRIBUNJAMBI.COM, MUARASABAK - Rabu akhir pada bulan Safar, dalam kalender Islam, menjadi hari yang cukup berarti bagi masyarakat Desa Air Hitam Laut, Kecamatan Sadu, Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Sebab, setiap datangnya hari itu, Pantai Babussalam di Desa Air Hitam Laut, yang berada di pesisir pantai timur Provinsi Jambi ini, selalu dikunjungi ribuan warga dan wisatawan dari berbagai daerah di Kabupaten Tanjung Jabung Timur maupun luar Provinsi Jambi.
Baca: Upacara Sakral Tandai Pekan Harmoni Sungai Penuh, Bersihkan Keris Pusaka di Lapangan Merdeka
Mereka datang untuk menyaksikan dan mengikuti ritual tradisi budaya asli warga setampat yakni mandi safar yang sudah dilaksanakan sejak dulu sejak perkampungan itu dibuka oleh orang Bugis dan tetap dilakukan hingga saat ini dan bahkan oleh Pemkab Tanjabtim didesign menjadi kegiatan festival yang digelar setiap tahun.
Dulu ritual itu hanya dilakukan oleh warga Air hitam laut di rumah masing-masing setiap hari rabu akhir bulan safar. Namun sejak tahun 70an ritual itu dipindahkan oleh tokoh agama menjadi mandi bersama-sama ke laut agar semua warga desa itu dapat mengikutinya.
Bahkan bagi warga yang ikut mandi dilaut dianjurkan untuk membawa makanan untuk berbagi, jika didalam satu rumah ada lima orang maka mereka membawa 7 bungkus makanan, agar tidak ada yang tidak kebagian makanan.

Tokoh Agama Desa Air Hitam Laut, Sekaligus Ketua Majelis Ulama Indonesia MUI Kabupaten Tanjung Jabung Timur KH As'ad Arsyad kepada Tribunjambi.com, menegaskan kegiatan mandi safar ini adalah tradisi bukanlah syariat.
"Tradisi ini kita berupaya melestarikan dan berupaya bagaimana muatan-muatanya syarat akan muatan religius," kata As'ad.
Prosesi mandi safar dilaksanankan syarat akan muatan nilai-nilai religius. Pada hari pertama dilakukan khataman Al-quran dengan munajat dan doa untuk negeri.
Tahapan mandi safar yang pertama dilakukan penulisan do'a yang dilaksanakan pada malam rabu yang ditulis oleh para santri pada daun mangga atau daun-daun lainya yang berukuran lebar. Do'a ditulis pada daun tersebut karena daun itu tidak meresap, dimaksudkan agar tinta tulisan itu mudah luntur saat terkena air laut.

-
Didit Hediprasetyo, Putra Prabowo Hadiri Ultah Paris Hilton Bersama Nicky Rothschild
-
VIDEO VIRAL - Diduga Masak Babi di Rumah, Warga Ini Protes Tetangganya. Sebut Cemari Udara
-
Memperkuat Sinergi, Imigrasi Kelas I TPI Jambi Gelar Rakor Timpora
-
Logo Manchester United Diubah di TV Iran, Penyebabnya Gambar Dianggap Makhluk Mitos dan Haram
-
Yamaha V-Ixion & Byson Rp 10 Jutaan? Ini Plus Minus-nya dan Komponen yang Harus Segera Diganti!