Pasukan Elite TNI ini Akrab Bertempur dengan Kaos Oblong & Jeans Dalam Misi di Timor Timur
Tujuan pasukan intelijen yang masuk ke daerah musuh secara diam-diam itu adalah untuk mengumpulkan informasi mengenai kekuatan
TRIBUNJAMBI.COM - Kekuatan militer di suatu negara jika akan melancarkan operasi tempur ke salah satu target umumnya terlebih dahulu mengirim pasukan intelijen.
Tujuan pasukan intelijen yang masuk ke daerah musuh secara diam-diam itu adalah untuk mengumpulkan informasi mengenai kekuatan tempur lawan.
Target lainnya yang diintai adalah wilayah yang akan menjadi operasi pendaratan pasukan baik dari laut maupun udara, dan berusaha membangun kontak dengan kelompok-kelompok perlawanan setempat.
Ketika militer Indonesia (ABRI) berencana akan melakukan operasi militer ke Timor Timur (sekarang Timor Leste) demi mendukung rakyat yang mau berintegrasi dengan RI, langkah awal yang ditempuh adalah melancarkan operasi intelijen terlebih dahulu.
Baca: Tiru Taktik Bertempur Gerilya Pejuang Indonesia, Viet Cong Sukses Bikin Pasukan AS Tak Berkutik
Baca: Ketika Tentara Negara Asing Berebut Ingin Beli Senjata Indonesia yang Buat TNI Menang di Kejuaraan
Demi melancarkan operasi intelijen itu, Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) mendirikan semacam markas (safe house) di Motaain, Belu, NTT yang berfungsi untuk membentuk jaringan dengan kelompok-kelompok pro integrasi yang ada di Tim-Tim.
Petinggi Bakin yang mengendalikan operasi intelijen di Motaain adalah Ketua G-1/Intelijen Hankam, Mayjen Benny Moerdani.
Sebagai tokoh intelijen yang dikenal agresif, meskipun belum ada kepastian kapan operasi militer terbuka oleh ABRI dilaksanakan, Mayjen Benny diam-diam telah menyusupkan personel intelijennya.
Baca: Kronologi Warga Sekernan Meninggal Akibat Tersambar Petir saat Mancing di Kanal Pematang Lumut
Baca: Tiba-tiba Oleng, Pengendara Sepeda Motor Berjatuhan di Jalan Lintas Nasional Muara Tebo
Baca: Tak Mau Ambil Pusing, Bahasa Jawa Digunakan TNI Dalam Mudahkan Istilah Teknis Senjata AK-47
Para personel intelijen yang akan bertugas secara sangat rahasia itu dipimpin oleh Kolonel Inf Dading Kalbuadi yang juga komandan pasukan elite, Grup-2 Para Komando (Parako) atau Komando Pasukan Sandi Yuda (Kopassanda ).
Pasukan elit itu sekarang dikenal sebagai Kopassus dan Kopassanda sendiri saat itu bermarkas di Magelang, Jawa Tengah.
Tugas utama Kolonel Dading bersama anak buahnya adalah memasuki wilayah Tim-Tim sebagai sukarelawan dan tanpa menunjukkan identitas sebagai pasukan elit.
Jika dalam tugas-tugasnya sebagai personel intelijen sampai menimbulkan bentrokan senjata dan gugur, maka negara tidak akan mengakuinya mengingat status mereka adalah sukarelawan.
Baca: VIDEO: Viral 16 Sepeda Motor Dilempar ke Got Dipicu Cekcok Pemilik dan Pendatang Baru Kos
Baca: Link Download Pengumuman Seleksi Administrasi Kemendikbud Disini, 21 Ribu Peserta Lolos
Baca: Pernah Kalah dari Kopassus, Pasukan Gurkha Buat Tentara Argentina Lari Saat Tahu Ikut Turun Perang
Sekitar 250 personel Parako yang bertugas sebagai intelijen kemudian dikirim perbatasan NTT-Tim-Tim dan dalam penugasannya mereka selalu menyamar.
Ketika dikirim ke Atambua, NTT lalu ke Motaain, personel Parako menyamar sebagai mahasiswa yang akan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN).
Sedangkan senjata yang dibawa dimasukkan ke dalam karung yang telah dibubuhi tulisan berbunyi ‘alat-alat pertanian’.
Tugas utama para personel Parako adalah menyusup ke Tim-Tim dalam bentuk kelompok kecil untuk membentuk basis-basis gerilya dan melakukan penyerangan.