Sekilas Kisah Pujiono, Guru Mengaji Anak-anak SAD di Dusun Klukup. "Belajar Menghargai di Pedalaman"

SAD yang tinggal di Dusun Klukup terdiri dari dua rombong. Rombongan Tumenggung Badai dan Tumenggung Hari.

Penulis: Jaka Hendra Baittri | Editor: Deni Satria Budi
TRIBUNJAMBI/JAKA HB
Pujiono, guru mengaji dan salat warga SAD di Dusun Klukup, Kabupaten Bungo 

Laporan Wartawan Tribun Jambi, Jaka HB

TRIBUN, MUARA BUNGO - Suara anak-anak mengaji beriringan dengan suara mesin genset. Enam anak lelaki dan tiga anak perempuan suku anak dalam (SAD) mengaji diterangi lampu penerangan yang cukup untuk mengaji.

Adalah Pujiono (54) yang mengajari mereka mengaji. Dia baru saja pulang dari rapat di Muara Bungo, ibu kota Kabupaten Bungo yang berjarak sekitar 2 jam dari tempatnya di Dusun Klukup.

Pujiono tak tinggal sejak lahir di dusun itu, tapi dia merasa mendapat kewajiban mengajari mengaji anak-anak tersebut. Dan itu bukan cerita yang singkat.

Baca: Keluarga Terkejut, Bongkar Makam karena Dilewati Proyek Tol, Jasad Guru Ngaji Masih Utuh

Akhir 2015, Pujiono merasa mendapat rejeki baru. Dia bertemu orang dari kementerian agama Jakarta dan perwakilannya dari Jambi. Beberapa pertanyaan sederhana dilontarkan padanya. Bisa salat bisa ngaji?

“Insyaallah bisa pak,” kata pria kelahiran 7 Oktober 1963 ini.

Pujiono, guru mengaji dan salat warga SAD di Dusun Klukup
Pujiono, guru mengaji dan salat warga SAD di Dusun Klukup (TRIBUNJAMBI/JAKA HB)

Dia ditanya, karena sejak 2013 sempat mengajar ngaji di masjid sekitaran Dusun Rantau Keloyang. Dia kemudian ditawari untuk tinggal dalam satu komplek perumahan dengan Suku Anak Dalam di Dusun Klukup Kampung Pasir Putih sekaligus memberi pelajaran salat dan mengaji. Dan, menjawab bisa dan menyanggupi.

Sejak itu, ia tinggal di sana, dan mengajari anak SAD mengaji dan salat. Namun, sejak saat itu juga tidak ada bantuan dari pemerintah yang diperuntukkan kepadanya.

Baca: VIDEO: Ini Tarian Batiko Umbai Suku Anak Dalam yang Memukau Dirjen KSDAE

“Alhamdulillah, belum ada pak,” kata Pujiono, ketika ditanya soal bantuan dari pemerintah.

Semenjak itu Pujiono kemudian diangkat jadi pegawai Pendidikan Agama Islam. Sesekali dia harus laporan ke Muara Bungo, ibu kota kabupaten yang berjarak sekitar 2 jam dari rumahnya yang sekarang di Desa Dwi Karya Bakti Kecamatan Pelepat, dengan jalanan yang masih kurang bagus.

Mengajar ngaji Suku Anak Dalam menurut Pujiono, ada mudah ada sulitnya. Pada masa awal-awal Pujiono mengaku salat dan ngaji sendiri. Perlahan-lahan anak-anak dari SAD yang satu komplek dengannya melihat.

Baca: Siapa yang Bayar Iuran BPJS Suku Anak Dalam? Sengkarut Masalah Obat Alami Berangsur Musnah

“Awalnya yang mau diajari ngaji dan salat saya kasih teh gelas sama gula-gula (permen). Istilahnya untuk pancingan,” ungkapnya, seraya tersenyum.

Ketika awal alat-alat pun belum lengkap. Hanya ada mushala berukuran 7x6 persegi berbahan asbes. Serta beberapa peralatan salat seperti sajadah dan kain. Lalu perlahan Pujiono membeli tong atau drum utuk tempat air wudhu lalu kotak amal untuk digunakan membeli perlengkapan mushala lainnya.

“Dan, ada kolam ikan dari Pundi, saya minta izin untuk dibikin jadi tempat wudhu,” katanya.

Baca: Api Membumbung Tinggi di Bandara Muara Bungo, Lahan 3 Ha Terbakar

SAD yang tinggal di Dusun Klukup terdiri dari dua rombong. Rombongan Tumenggung Badai dan Tumenggung Hari. Kebanyakan yang sudah masuk Islam berasal dari Tumenggung Hari.

Sumber: Tribun Jambi
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved