Mandatori B20 Keluar, Solar Murni Hilang dari SPBU

Terhitung mulai 1 September 2018, tidak ada lagi peredaran solar murni di SPBU.

Editor: Teguh Suprayitno
KOMPAS.com/RIDWAN AJI PITOKO
Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan bahwa mulai 1 September 2018 tak ada lagi bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar murni atau B-0 yang dijual di SPBU. Foto diambil Jumat (31/8/2018). 

TRIBUNJAMBI.COM - Terhitung mulai 1 September 2018, tidak ada lagi peredaran solar murni di SPBU. Pemerintah resmi meluncurkan mandatori perluasan bahan bakar minyak solar dengan campuran 20 persen minyak sawit alias B20, Jumat (31/8). Artinya, Biodiesel kini juga bisa digunakan oleh kendaraan yang tak disubsidi atau non public service obligation (PSO).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, menjelaskan, perluasan penerapan kewajiban pencampuran Biodiesel B20 itu bertujuan untuk mengurangi defisit dan impor bahan bakar minyak serta menghemat devisa.

“Kewajiban pencampuran bahan bakar solar dengan B20 telah dimulai tahun 2016, namun penerapannya belum optimal. Maka, acara ini diharapkan menjadi titik tolak pemanfaatan Biodiesel 20 persen, di semua sektor secara menyeluruh,” ucap Darmin dalam siaran resmi yang diambil dari website resmi Menkon,ekon.go.id, Jumat (31/8/2018).

Sasaran mandatori ini adalah sektor yang sampai saat ini belum optimal, terutama transportasi non PSO, industri, pertambangan, dan kelistrikan. Dengan adanya perluasan ini, terhitung 1 September 2018 tidak akan ada lagi peredaran solar murni tanpa pencampuran Biodiesel (B-0). 

Roadshow B20 di Bandung.
Roadshow B20 di Bandung. (KOMPAS.com/Reni Susanti)

Untuk mekanisme pencampuran B20 akan melibatkan dua badan usaha. Pertama Badan Usaha Bahan Bakar Minyak (BU BBM) selaku penyedia solar, setelah itu Badan Usaha Bahan Bakar Nabati ( BU BBN) yang memasok fatty acid methyl esters (FAME) dari crude palm oil (CPO).

"Apabila Badan Usaha BBM tidak melakukan pencampuran, dan Badan Usaha BBN tidak dapat memberikan suplai FAME (Fatty Acid Methyl Ester) ke BU BBM akan dikenakan denda yang cukup berat, yaitu Rp. 6.000 per liter. Produk B0 nantinya hanya untuk Pertadex atau diesel premium," ucap Darmin.

Namun demikian, pemerintah memberikan pengecualian terutama bagi pembangkit listrik yang menggunakan turbine aeroderivative, alat utama sistem senjata (alutsista), serta perusahaan tambang Freeport yang berlokasi di ketinggian. Namun terhadap pengecualian tersebut, digunakan B0 setara Pertadex.

Kedepannya pemerintah juga akan mengupayakan perbaikan teknologi, infrastruktur, sampai penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk Biodesel.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved