Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II 2018 Capai 5,27 Persen, Sri Mulyani: Saya Senang

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II 2018 mencapai 5,27%. Realisasi

Editor: Fifi Suryani

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II 2018 mencapai 5,27%, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan  realisasi pertumbuhan ekonomi itu melampaui target pemerintah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan target pemerintah, pertumbuhan ekonomi itu hanya sebesar 5,16%-5,17% di periode tersebut. "Pertumbuhannya lebih tinggi dan kami harapkan bagus. Ini terutama karena merupakan hasil domestic demand yang kuat," ujarnya saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (6/8).

Baca: Pertamina Makin Agresif, Setelah Blok Rokan Incar Blok Corridor

Ia juga mengatakan, terdapat beberapa komponen pertumbuhan ekonomi yang naik lebih tinggi dari perkiraan. Diantaranya konsumsi yang tumbuh jauh lebih tinggi yakni 5,17%.

"Berarti apa yang kami lakukan selama ini, seperti stabilisasi harga itu bisa menjaga," tambah Sri Mulyani.

Belum lagi efek hari raya, puasa, libur panjang Lebaran, yang menimbulkan pengaruh cukup bagus di paruh pertama tahun ini. Pun juga bergesernya panen, menurut Sri Mulyani, juga membawa efek positi ke pertumbuhan ekonomi.

"Lalu tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 itu juga memberikan hal yang positif," katanya.

Meski begitu, ia menilai, investasi masih di bawah target yang diharapkan. Terlihat dari pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang tumbuh di bawah 6%. Padahal di tiga kuartal sebelumya pertunbuhan PMTB sekitar 7%.

"Itu harus kita sikapi secara hati-hati. Apakah kemarin karena libur panjang, karena dari manufaktur juga rendah, jadi mungkin ada korelasi, trade off antara konsumsi yang jadi bagus, tapi manufaktur dan investasi agak lemah," jelas Sri Mulyani.

Baca: Kemenkes Pastikan Premi BPJS Kesehatan Tetap, Berikut Rinciannya

Baca: Suhu Dingin di Sejumlah Daerah, Dieng Culture Festival 2018 Diselimuti Embun Es

Soal ekspor yang lebih lemah dibanding impor juga turut menjadi perhatian pemerintah. Karena itu, pekerjaan rumah ke depan yakni terus memacu investasi, agar dengan pertumbuhan di atas 5,2% tidak menimbulkan komplikasi dari sisi neraca pembayaran.

Pasalnya, kalau ekspornya terlalu lemah dan impor terlalu rendah, maka pertumbuhan ekonomi akan menimbulkan tekanan pada neraca pembayaran.

"Itu yang mungkin saya sampaikan. Tapi overall saya senang dengan data itu," imbuh dia.

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved