Hanya Bercelana Jeans dan Kaos Oblong, Pasukan Elite TNI Bertempur di Timor Timur
Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dulu masih bernama ABRI melancarkan operasi intelijen sebelum melaksanakan operasi militer terbuka.
TRIBUNJAMBI.COM - Ada cerita menarik sebelum Timor Leste lepas dari Indonesia tahun 1999 silam.
Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dulu masih bernama ABRI melancarkan operasi intelijen sebelum melaksanakan operasi militer terbuka.
Baca: Pratu Suparlan Tawarkan Diri Tumpas Pengacau, Aksi Heroik Selamatkan Rekan Kopassus-nya
Guna mempersiapkan operasi intelijen tersebut, Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) mendirikan semacam markas (safe house) di Motaain, Belu, NTT yang berfungsi untuk membentuk jaringan dengan kelompok-kelompok pro RI yang ada di Timor Timur.
Petinggi Bakin yang mengendalikan operasi intelijen di Motaain adalah Ketua G-1/Intelijen Hankam, Mayjen Benny Moerdani.
Sebagai tokoh intelijen yang dikenal agresif, meskipun belum ada kepastian kapan operasi militer terbuka ABRI akan dilaksanakan, Mayjen Benny diam-diam menyusupkan personel intelijennya.
Para personel intelijen yang akan ditugaskan secara sangat rahasia itu dipimpin Kolonel Inf Dading Kalbuadi yang juga komandan pasukan elite Grup-2 Para Komando (Parako) atau Komando Pasukan Sandi Yuda (Kopassanda ).
Kopassanda saat itu bermarkas di Magelang, Jawa Tengah, yang saat ini dikenal dengan Kopassus
Tugas utama Kolonel Dading bersama anak buahnya adalah memasuki wilayah Timor Timur sebagai sukarelawan sekaligus menyamarkan identitas sebagai pasukan elit.
Baca: Video - Detik-detik Sebastian Vettel Tabrak Pembatas Sirkuit Hingga Gagal Finish di F1 Jerman
Jika dalam bertugas mereka sampai menimbulkan bentrokan senjata atau bahkan gugur, maka negara tidak akan mengakuinya mengingat status mereka adalah sukarelawan.
Kolonel Dading beserta 250 anak buahnya kemudian dikirim ke perbatasan NTT-Timor Timur dan mulai saat itu mereka harus terus menyamar.
Ketika dikirim ke Atambua, NTT lalu ke Motaain, para personel Parako ini menyamar sebagai mahasiswa yang akan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN).
Sedangkan senjata yang dibawa dimasukkan ke dalam karung yang telah dibubuhi tulisan ‘alat-alat pertanian’.
Tugas utama para personel Parako adalah menyusup ke Timor Timur dalam kelompok-kelompok kecil untuk membentuk basis-basis gerilya dan melakukan penyerangan.
Sebagai sukarelawan dan tidak berstatus anggota militer, dalam melaksanakan operasi intelijennya para personel Parako ini kebanyakan memakai celana jean dan kaos oblong serta jarang menenteng senjata.

Suatu ketika operasi militer ABRI digelar secara terbuka untuk mendukung proses integrasi ke RI, para personel Parako ternyata masih suka mengenakan celana jean dan kaos oblong.