Di Bukit 30 Ada 150 Ekor Gajah Sumatera, Invasi Perusahaan Sebabkan Konflik Gajah - Manusia
Data dari Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI), di lanskap Bukit Tigapuluh terdapat sekitar 150 ekor gajah Sumatera.
TRIBUNJAMBI.COM - Data dari Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI), di lanskap Bukit Tigapuluh terdapat sekitar 150 ekor gajah Sumatera. Saat ini terdapat beberapa kelompok gajah yang terpisah akibat hutan yang mereka huni berubah menjadi konsesi perusahaan dan permukiman sehingga memutus jalur jelajah gajah.
FKGI sendiri sudah memasang alat GPS pada dua ekor gajah. Gajah tersebut bagian dari 30 ekor gajah yang bermukim di kawasan konsesi di sana.
Menurut peneliti gajah Frankfrut Zoological Society (FZS), Alex Mossbrucker konflik antar gajah dan manusia selama tahun 2013 hingga tahun 2016 terjadi lebih dari 100 kali. Ini jauh lebih banyak jika dibandingkan pada tahun sebelumnya.
“Untuk tahun 2017 kemarin lebih dari 150 kejadian konflik di Kabupaten Tebo. Tahun 2018 ini hampir setiap hari terjadi konflik antara manusia dan gajah,” ungkapnya.
Alex menjelaskan, makin maraknya konflik karena invasi perusahaan dan perkebunan masyarakat ke dalam habitat gajah. Seekor gajah dewasa membutuhkan kawasan yang setidaknya memiliki luas 500 hektare. Oleh sebab itu, menurutnya harus ada peran lebih dari sejumlah perusahaan untuk bisa menampung sejumlah gajah agar mereka tidak lagi konflik dan masuk keperkebunan masyarakat.
“Oleh karena itu diperlukan komitmen dari semua pihak dalam membuat koridor gajah agar kawanan gajah tersebut tidak hanya terkonsentrasi di satu kawasan tertentu saja sehingga konflik antar manusia dengan gajah dapat diminimalisir dan kelestarian gajah Sumatera di kawasan ini dapat dipertahankan,” jelasnya.
Untuk di Kabupaten Tebo, dikatakan Alex setidaknya ada tiga desa yang paling rawan terjadinya konflik antara gajah dan manusia, yakni Desa Muaro Sekalo, Suo Suo dan Semambu Kecamatan Sumai.
Saat ini, hampir 100 persen populasi gajah Sumatera di Kabupaten Tebo hidup di luar kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT). Kondisi ini terjadi karena kontur kawasan TNBT yang cenderung berbukit sementara gajah lebih menyukai kawasan yang datar. Saat ini kawasan yang menjadi habitat gajah itu telah menjadi konsesi perusahaan HTI, sawit, pertambangan, dan perkebunan masyarakat.