Dari Penjahit Sampai Pegawai Pos, Tampil di Malam Puisi Kota Lintas Muara Bungo
Selain itu, ada penampilan puisi, musikalisasi puisi, tari kontemporer dari siswa SMP 1 dan pembacaan puisi dari Sanggar Kubu Bungo...
Penulis: Jaka Hendra Baittri | Editor: Duanto AS
Nada rendah dari gesekan cello mengusik telinga pengunjung Taman Kuliner Muara Bungo. Saat itu, terlihat seorang perempuan dan lelaki di tengah taman mencoba menyampaikan pesan melalui gerakan-gerakan.
MEREKA berputar, bersimpuh, berjalan tertatih dan menyelaraskan gerak satu sama lain. Sesekali berhadapan, sesekali saling membelakangi. Itu tersaji dalam gubahan tari saat acara Malam Puisi Kota Lintas di Taman Kuliner Muara Bungo, Jumat (27/4) malam.
Perempuan mencoba meraba ruang kosong udara yang ada di atasnya, sementara lelaki bersimpuh.
Dua orang itu, Rudi Hartono Zaini (23) dan Suci Nurdiyanti (21), merupakan seniman yang sedang menggubah tari kontemporer berjudul "Batas". Mereka berkolabirasi dengan seniman lokal bernama Eri, dalam gubahan tersebut
Rudi, penggagas konsep 'Batas', mengatakan gubahan mereka menyampaikan tentang wanita dan lelaki yang terkadang punya gejolak tentang kesetaraan.
"Ada saat wanita di bawah dan wanita di atas, begitu juga pria," katanya.
Pada akhir gerakan, Rudi mengatakan pria dan wanita mengetahui batas mereka. "Sampai selanjutnya mereka bersama mengetahui ada batasan," kata mahasiswa Teknik Elektro Universitas Muara Bungo ini.
Konsep 'Batas', diakui Rudi beranjak dari tema acara ini, yaitu Perempuan Puisi Puisi Perempuan.
Ramoun Apta, Ketua Umum Komunitas Seniman Bungo yang menjadi penyelenggara acara, mengatakan tema itu diambil karena berdekatan dengan bulan April yang dikenal sebagai bulan Kartini.
"Lebih jauh dari itu, juga sebagai upaya untuk memacu semangat para perempuan kita untuk ikut serta terlibat dalam dunia tulis menulis yang hari ini didominasi oleh lelaki," katanya.
Terkait tulis-menulis, Ramoun juga turut menjadi pembicara dalam diskusi acara ini bersama Feerlie Moontana, guru sekaligus penulis Bungo.
Ramoun mengatakan dalam acara ini dihadirkan pembacaan "Diskusi tentang kepenulisan dan perempuan, kita juga mengundang Feerlie Moonthana selaku penulis Bungo untuk berbincang," kata Ramoun.
Selain itu, ada penampilan puisi, musikalisasi puisi, tari kontemporer dari siswa SMP 1 dan pembacaan puisi dari Sanggar Kubu Bungo dan open mic alias pembacaan puisi bebas.
Uniknya, Komunitas Seniman Bungo digerakkan orang-orang yang berlatar belakang beragam. Mulai dari penjahit, pedagang makanan ringan, pegawai pos, penyuluh pertanian, jurnalis, mahasiswa dan siswa sekolah dasar dan SMP. (jakahendrabittri)
Baca: FOTO: Kim Jong Un Berpelukan Dengan Moon Jae In, Bandingkan Kedua Ibu Negara Itu
Baca: Kirim Surat ke Janda Ajak Bercinta, Tak Diduga Surat Terbaca Istri, Nasib Kulub Akhirnya