Ini Kesaksian dari Mui tentang Simpang Sado, Jadi Sopir Sejak 1985
Mui, seorang sopir yang mengaku cukup lama bekerja di sana, menyampaikan kisah-kisahnya.
Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Duanto AS
Laporan wartawan Tribun Jambi, Mareza Sutan A J
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Rabu (7/2) siang, Simpang Sado diteduhi mendung. Beberapa kendaraan berlalu-lalang. Tapi, tak ada satu pun sado di sana.
Hanya mobil-mobil yang teparkir, berjejer di setiap sudut sampai ke pasar buah.
Mui, seorang sopir yang mengaku cukup lama bekerja di sana, menyampaikan kisah-kisahnya.
"Saya jadi sopir di sini sejak 1985. Dulu, masih ramai sado di sini. Dari pagi, sudah berjejer sado-sado di bundaran ini," jelasnya.
Ya, Simpang Sado tak jauh dari Tugu Sriwijaya yang tertelak di tengah-tengah bundaran yang menandai simpang tiga. Dulu, orang-orang antre untuk naik sado. Namun sekarang, tak ada lagi sado terlihat.
"Paling tinggal satu atau dua," kata Mui.
Dia menceritakan selama menjadi sopir angkutan barang di sana, semakin lama sado semakin berkurang. Mereka tergerus arus modernisasi, hanyut dibawa perkembangan zaman dan teknologi, termasuk transportasi.
BACA Itin Terduduk Lemas di Samping Rumah, yang Dialaminya Sungguh Menyedihkan