Perburuan Liar Rangkong
Satu Paruh Dibandrol Jutaan Rupiah
Perburuan terhadap satwa langka yang dilindungi tampaknya masih terus terjadi. Kawasan hutan Taman Nasional Kerinci
Penulis: edijanuar | Editor: Fifi Suryani
TRIBUNJAMBI.COM, KERINCI - Perburuan terhadap satwa langka yang dilindungi tampaknya masih terus terjadi. Kawasan hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Provinsi Jambi menjadi satu surga bagi pemburu liar. Satu diantara penghuninya yang menjadi sasaran adalah si "Emas Terbang".
Emas terbang yang dimaksud disini adalah Burung Enggang alias Rangkong atau dalam bahasa Inggris disebut dengan Hornbill. Disebut sebagai emas terbang, karena harga bagian kepala burung yang masuk dalam kelompok Bucerotidae ini sangat mahal. TNKS menjadi surga pemburu disebabkan dikawasan tersebut merupakan satu habitat mereka.
Padahal jelas-jelas Burung Enggang (Rangkong), merupakan satu satwa yang dilindungi, karena keberadaannya yang semakin langka dan terancam punah. Status perlindungan berdasarkan International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (World Consevation) Red List data, adalah mendekati punah.
Informasi yang didapat Tribun, setidaknya 40 ekor Burung Enggang setiap minggunya mati karena ditembak oleh pemburu liar yang beraksi didalam kawasan hutan TNKS Jambi. Parahnya lagi, pemburu liar yang mengincar Burung Enggang ini, diduga dimodali oleh pengusaha besar yang ada di luar Provinsi Jambi. Para pemodal inilah yang kemudian mengumpulkan hasil buruan untuk dijual kembali ke luar negeri.
"Perburuan ini dilakukan secara sadis. Pemburu menembak semua Burung Enggang yang mereka jumpai, dan mengambil paruhnya untuk dijual kepada pemodal," terang sumber Tribun yang minta untuk tidak disebut identitasnya. Ditambahkan sumber, yang menjadi kemirisan tersendiri adalah yang mereka cari hanya Enggang Gading saja.
"Jika Enggang jenis lain tertembak, tidak diambil dan dibiarkan begitu saja menjadi bangkai. Kita sering kali menjumpai bangkai Burung Enggang yang tertembak di hutan," terangnya.
Dipaparkan sumber, sebelum masuk hutan, pemburu yang berasal dari berbagai daerah tersebut, diberikan bekal seperti uang makan, perlengkapan, serta bekal lainnya, dengan perjanjian hasil buruan tersebut dijual kepada pemodal yang memfasilitasi mereka.
"Setelah dapat barang dari pemburu, paruh Burung Enggang ini mereka jual ke luar negeri. Satu paruh Enggang yang berusia dewasa, bisa laku jutaan rupiah," jelasnya.
Informasi dari TNKS, tahun lalu setidaknya ada tujuh pemburu yang ditangkap di Muara Emat, dan April 2014 ini ada dua pemburu yang ditangkap di Bungo. Diperkirakan, ribuan burung Enggang sudah hilang dari jambi. Termasuk di Berbak dan Bukit Dua Belas.
Koordinator Pelestarian Harimau Sumatera (PHS), M Subhan, saat dikonfirmasi mengakui hal itu. Dia mengatakan, tujuh pemburu yang ditangkap di Muara Emat dan dua pemburu yang ditangkap dari Bungo, berasal dari Sijunjung, Sumatera Barat.
"Biasanya perburuan Burung Enggang ini dilakukan secara bergerombolan, dengan jumlah sampai enam orang pemburu. Namun ada juga pemburu yang hanya bergerak dua atau tiga orang saja," bebernya.
Untuk melumpuhkan buruan, pemburu tersebut menggunakan senjata api rakitan, yang diberikan oleh pemodal mereka. "Dari jarak jauh Burung Rangkong ini bisa mereka lumpuhkan," tegas pria yang biasa dipanggil Aan.
Pengakuan para pemburu, mereka memang dimodali oleh pemodal yang kuat. "Kalau hal ini terus terjadi, Burung Rangkong bisa punah. Mereka banyak diburu karena dianggap memiliki khasiat pengobatan. Biasanya dijual ke Cina," tambahnya lagi.
Ditanya soal harga, Aan enggan membeberkannya, karena khawatir perburuan akan meningkat. "Yang pastinya satu paruh harganya jutaan lah. Apalagi penjualannya keluar negeri," pungkasnya.
Yose, selaku conservation burung di Kerinci, mengatakan jika perburuan burung ini benar terjadi, maka sangat disayangkan sekali. "Kita mau bergerak tidak bisa, karena tidak punya izin. Dan sudah ada rencana untuk mengirim surat ke BKSD Jambi dan pusat mengenai masalah ini," ungkap Yose.
Menurutnya, karena termasuk satwa yang dilindungi, maka tindakan para pelaku yang memperniagakan bagian -bagian satwa yang dilindungi itu melanggar pasal 21 ayat (2) hurup d Jo pasal 40 ayat (2) undang-undang No 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Peraturan pemerintah Indonesia yang mengatur status perlindungan jenis ini adalah peraturan pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa liar yang memasukan jenis ini dalam jenis satwa dilindungi.